Litbang Kompas menggelar survei terkait fenomena calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah (pilkada).
Hasilnya, sebanyak 36,7% responden menilai kemunculan calon tunggal di pilkada merupakan permainan elite politik atau sekelompok kecil orang yang berkuasa.
Kemudian 31,3% responden menilai hal itu mencerminkan kegagalan partai politik dalam melakukan kaderisasi internal.
"Sepertiga responden menyatakan kaderisasi partai yang kurang berjalan baik turut menyumbang hadirnya fenomena kotak kosong di pilkada," kata tim Litbang Kompas dalam laporannya, Senin (26/8/2024).
Ada pula 18,3% responden yang menilai fenomena ini terjadi karena tidak ada kandidat lain yang tepat atau mumpuni, dan 13,7% tidak tahu.
"Publik memandang hadirnya calon tunggal yang kemudian dibarengi fenomena kotak kosong sebagai sesuatu yang bisa mengancam dinamika politik, yang semestinya menjadi hal lumrah dalam proses demokratisasi," kata tim Litbang Kompas.
Survei Litbang Kompas juga menemukan, mayoritas atau 49,9% responden berharap dalam Pilkada 2024 ada lebih dari dua pasangan calon yang maju per wilayah.
Lalu 31,9% responden menginginkan dua pasangan calon, dan 15,2% lebih suka ada satu pasangan calon saja.
Survei Litbang Kompas ini melibatkan 536 responden di 38 provinsi Indonesia yang dipilih secara acak dan proporsional.
Pengambilan data dilakukan pada 19-21 Agustus 2024 melalui wawancara telepon. Toleransi kesalahan survei (margin of error) sekitar 4,23% dan tingkat kepercayaan 95%, dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana.
(Baca: Banyak Warga Ingin Parpol Utamakan Kader Sendiri Maju di Pilkada)