Indonesia Corruption Watch (ICW) membeberkan sejumlah modus operandi kasus tindak pidana korupsi sepanjang 2022.
Modus yang paling jamak dilakukan para tersangka adalah penyalahgunaan anggaran pemerintah dengan jumlah 303 kasus. Dari modus ini, kerugian negara ditaksir mencapai Rp17,8 triliun.
ICW menyebut, modus tersebut berkaitan dengan penggunaan anggaran yang tidak sesuai dengan peruntukannya, baik anggaran untuk kerja pemerintah maupun kepentingan rakyat.
Kedua, kegiatan atau proyek fiktif sebanyak 91 kasus. Dari modus ini, negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp543,89 miliar.
Ketiga adalah mark up atau melebihkan anggaran, dengan total 59 kasus. Kerugian negara yang ditaksir jauh lebih besar dari proyek fiktif, yakni Rp879,37 miliar.
ICW menyebut, dominasi tiga modus operandi yang kerap digunakan oleh pelaku tindak pidana korupsi ini menandakan lemahnya sistem pengawasan negara dalam kegiatan pembangunan serta indikasi masifnya korupsi yang berkaitan dengan proses pengadaan barang dan jasa.
"Sebab jika dicermati lebih lanjut, dari 579 kasus korupsi, 250 kasus atau 43 persen diantaranya berdimensi pengadaan barang dan jasa," tulis ICW dalam laporannya.
Berikut modus operandi yang digunakan para pelaku tindak pidana korupsi sepanjang 2022:
- Penyalahgunaan anggaran 303 kasus
- Kegiatan/proyek fiktif 91 kasus
- Mark up 59 kasus
- Laporan fiktif 51 kasus
- Pungutan liar 24 kasus
- Perdagangan pengaruh (memanfaatkan jaringan dan kekuasaan) 19 kasus
- Penyunatan/pemotongan 18 kasus
- Penerbitan izin ilegal 12 kasus
- Memperdaya saksi 2 kasus
- Total 579 kasus