Penegakan hukum terhadap koruptor belum membuat jera. Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tindak pidana korupsi dilakukan oleh pejabat dari level rendah, kepala daerah, hingga para wakil rakyat yang terhormat.
Tercatat, total tindak pidana korupsi sebanyak 1.442 pelaku sepanjang periode 2004-2022. Ada 372 pelaku tindak pidana korupsi dari pihak swasta. Jumlah tersebut porsinya mencapai 26,16% dari total pelaku tindak pidana korupsi. Jumlah tersebut juga merupakan yang terbanyak dibandingkan dengan kelompok jabatan lainnya.
Pelaku korupsi terbanyak berikutnya dilakukan oleh para wakil rakyat, baik dari DPR maupun DPRD jumlah mencapai 310 pelaku (21,8%). Setelahnya ada pejabat eselon I/II/III sebanyak 260 pelaku (18,28%).
Ada pula pelaku korupsi dari pejabat kepala daerah walikota/bupati dan wakilnya sebanyak 154 pelaku (10,83%) dan sebanyak 22 pelaku dengan jabatan gubernur, dan 32 pelaku korupsi yang dilakukan oleh kepala lembaga/kementerian.
Terdapat 21 tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh hakim dan 10 korupsi dilakukan oleh mereka yang memiki jabatan hakim. Para penegak hukum yang seharusnya menjadi contoh masyarakat justru melakukan yang tidak terpuji untuk memperkaya diri sendiri atau kelompoknya.
Beberapa waktu lalu, KPK menetapkan Gubernur Papua Lukas Enembe sebagai tersangka kasus korupsi karena terendus menerima gratifikasi sebesar Rp1 miliar. Kemudian Hakim Agung Sudrajad Dimyati juga dijadikan tersangka tindak pidana korupsi karena disangka menerima suap Rp800 juta terkait perkara pailit.
Banyaknya pejabat yang telah terjerat kasus korupsi tidak membuat surut pelaku korupsi lainnya.
(Baca: Indeks Perilaku Anti Korupsi Kian Membaik pada 2022)