Menurut data Bank Dunia, rata-rata harga batu bara Newcastle yang menjadi acuan global merosot sepanjang kuartal I 2023.
Namun, pada April 2023 rata-rata harganya tercatat naik 3,8% (month-on-month/mom) menjadi USD 194,28 per ton.
Kendati ada geliat penguatan, Bank Dunia memproyeksikan harga batu bara secara umum akan melemah sampai tahun depan.
"Harga batu bara diperkirakan turun 42% pada 2023 dan turun lagi 23% pada 2024. Tapi, harganya masih jauh di atas rata-rata tahun 2015-2019," kata Bank Dunia dalam laporan Commodity Markets Outlook edisi April 2023.
(Baca: Harga Batu Bara Acuan Indonesia Turun pada April 2023)
Bank Dunia memprediksi mulai 2023 permintaan batu bara global melemah karena dipengaruhi kebijakan harga karbon (carbon pricing), serta melandainya harga gas bumi di sejumlah negara konsumen besar, terutama Amerika Serikat dan Eropa.
"Invasi Rusia ke Ukraina telah memperkuat insentif untuk beralih dari bahan bakar fosil, baik melalui peningkatan produksi energi terbarukan maupun pengurangan konsumsi energi, khususnya di Amerika Serikat dan Eropa," kata Bank Dunia.
"Hal tersebut mendorong perkiraan bahwa konsumsi batu bara Amerika Serikat dan Eropa akan terus turun," lanjutnya.
Bank Dunia juga menyebut harga batu bara bisa kian merosot jika perlambatan ekonomi global lebih buruk dari perkiraan, atau jika Tiongkok selaku konsumen terbesar mengurangi permintaannya.
(Baca: Ini Negara Konsumen Batu Bara Terbesar 2022)
Di sisi lain, ada sejumlah kondisi yang berpotensi mendongkrak harga batu bara tahun ini.
"Untuk jangka pendek, jika pemulihan ekonomi Tiongkok lebih kuat dari perkiraan, mereka akan menaikkan permintaan batu bara impor untuk industri dan pembangkit listrik," kata Bank Dunia.
"Apabila ada penurunan produksi, atau pemangkasan ekspor batu bara dari Rusia, hal tersebut juga bisa menaikkan harga," lanjutnya.
(Baca: Target Besar Hilirisasi Batu Bara Indonesia, Akankah Tercapai?)