Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, surplus neraca perdagangan Indonesia mencapai US$3,45 miliar pada Juni 2023.
Surplus tersebut berasal dari selisih antara nilai ekspor yang mencapai US$20,6 miliar, dengan nilai impor yang lebih rendah yakni US$17,15 miliar.
Jika dirinci berdasarkan sektornya, surplus yang diperoleh dari transaksi perdagangan nonmigas sebenarnya mencapai US$4,41 miliar. Namun, angka itu tereduksi oleh perdagangan sektor migas yang defisit US$0,96 miliar.
(Baca: Kinerja Ekspor dan Impor Indonesia Menurun pada Juni 2023)
Sekretaris Utama BPS Atqo Mardiyanto mengatakan, Indonesia mencatatkan surplus perdagangan nonmigas dengan beberapa negara.
"Tiga negara terbesar penyumbang surplus adalah India, Amerika Serikat dan FIlipina," kata Atqo dalam konferensi pers online, Senin (17/7/2023).
Indonesia mengalami surplus dagang dengan India sebesar US$1,24 miliar, diikuti Amerika Serikat US$1,18 miliar, dan Filipina US$827,2 juta.
"Surplus yang dialami dengan India, didorong oleh komoditas lemak dan minyak hewan, bahan bakar mineral, kemudian logam mulia dan perhiasan atau permata," kata Atqo.
Di sisi lain, Indonesia juga mengalami defisit neraca perdagangan dengan beberapa negara. Tiga negara penyumbang defisit dagang terbesar adalah Australia US$529,6 juta, Thailand US$350,4 juta, dan Jerman US$308,1 juta.
“Defisit terdalam yang dialami dengan Australia ini didorong oleh beberapa komoditas seperti serealia, bahan bakar mineral, serta gula dan kembang gula,” ujar Atqo.
(Baca: Pasar Ekspor Indonesia Melemah Semester I 2023, Kecuali Tiongkok)