Maskapai penerbangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Garuda Indonesia kembali mencatatkan kerugian pada kuartal I 2023, yakni sebesar US$110,13 juta pada kuartal I (Januari-Maret) 2023. Nilai itu setara Rp1,61 triliun (asumsi kurs Rp14.666 per dolar AS pada 5 Mei 2023).
Kerugian yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk itu sebenarnya sudah mengalami penurunan. Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, emiten berkode GIAA itu mencatatkan kerugian US$224,66 juta atau nyaris Rp3,3 triliun pada kuartal I 2022.
Padahal, kuartal I ini GIAA menorehkan pendapatan yang cukup besar, yakni US$602,99 juta atau Rp8,84 triliun. Pendapatan itu meningkat dari periode yang sama tahun sebelumnya, yakni US$350,15 juta atau Rp5,13 triliun pada kuartal I 2022.
Pendapatan awal tahun ini banyak disumbang dari penerbangan berjadwal, sebesar US$506,82 juta atau Rp7,43 triliun.
Kerugian yang dialami Garuda sejatinya sudah berjalan bertahun-tahun. Tak berbeda jauh dengan kuartal I 2023 dan 2022, Garuda juga membukukan kerugian pada kuartal I 2021 sebesar US$384,34 juta atau Rp5,63 triliun. Sementara kuartal I 2020, kerugiannya sebesar US$120,16 juta atau Rp1,76 triliun.
Saat ini, total aset yang dimiliki GIAA tembus US$6,18 miliar atau Rp90,72 triliun. Adapun liabilitasnya sebesar US$7,82 miliar (Rp114,82 triliun) dan ekuitasnya US$1,64 miliar (Rp24,09 triliun).
Berikut catatan pendapatan dan laba/(rugi) Garuda Indonesia pada kuartal I 2020-kuartal I 2023.
- Kuartal I 2020
Pendapatan US$768.123.482
Laba/rugi US$(120.161.229)
- Kuartal I 2021
Pendapatan US$353.070.544
Laba/rugi US$(384.348.119)
- Kuartal I 2022
Pendapatan US$350.155.475
Laba/rugi US$(224.661.874)
- Kuartal I 2023
Pendapatan US$602.991.729
Laba/rugi US$(110.137.598)
(Baca juga: 10 Maskapai Paling Tepat Waktu di Dunia, Garuda Indonesia Juara)