Dua operator seluler, XL Axiata Group dan Smartfren, dikabarkan bakal merger.
Laporan Katadata menyebut, kabar merger muncul setelah adanya perbincangan antara operator nirkabel terbesar di Malaysia, Axiata Group Bhd, dengan perusahaan asal Indonesia, Sinar Mas Group.
Menurut sumber Bloomberg, Selasa (5/9/2023), perbincangan soal mergernya PT XL Axiata Tbk (EXCL) dan PT Smartfren Telecom Tbk (FREN) sudah masuk tahap pembicaraan dengan masing-masing penasehat untuk melihat potensi transaksi.
Opsi yang sedang menjadi pertimbangan seperti berbagi jaringan dan kemitraan. Namun, pembahasan soal merger ini masih pada tahap awal dan belum terlihat adanya kepastian akan suatu kesepakatan.
Namun perkembangan terbaru, Presiden Direktur Smartfren Telecom Merza Fachys mengatakan hingga saat ini pihaknya belum mengetahui proses diskusi yang tengah berlangsung terkait merger tersebut, seperti yang diwartakan Bisnis.com. Maka, dia belum bisa memastikan harga merger yang akan disepakati.
"Kami tidak tahu. Saya baca juga kabarnya, tapi belum dapat konfirmasi apa-apa [dari pemegang saham]," kata Merza ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (9/11/2023).
Merger erat kaitannya dengan kinerja keuangan pihak yang akan disatukan. Lantas, bagaimana kinerja keuangan kedua operator selular ini?
Berdasarkan laporan keuangan XL Axiata, laba bersih perusahaan ini mencapai Rp650,68 miliar pada semester I 2023. Keuntungan ini naik 5,81% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar (year-on-year/yoy) sebesar Rp614,91 miliar.
Laba yang meningkat sejalan dengan naiknya 12% pendapatan XL Axiata, yakni Rp15,76 triliun pada semester I 2023. Sebelumnya, pendapatan XL sebesar Rp14,07 triliun pada semester I 2022.
Adapun beban penyusutan XL Axiata tercatat sebesar Rp5,51 triliun pada pertengahan 2023. Beban infrastruktur sebesar Rp4,47 triliun; beban interkoneksi dan beban langsung lainnya Rp 1,53 triliun; beban penjualan dan pemasaran Rp1,17 triliun.
Aset yang tercatat mencapai Rp83,69 triliun pada semester I 2023. Turun 4,7% (yoy) dari sebelumnya Rp87,27 triliun.
Sementara itu liabilitas jangka panjang XL terbukukan sebesar Rp34,85 triliun dan ekuitasnya sebesar Rp25,87 triliun pada semester I 2023.
Sementara itu, Smartfren justru mendulang kerugian sebesar Rp543,20 miliar pada semester I 2023. Padahal Smartfren sempat mencatat keuntungan bersih hingga Rp55,60 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya (yoy).
Pendapatan Smartfren sebesar Rp5,56 triliun pada enam bulan pertama 2023. Anga itu naik 1,98% (yoy) dari sebelumnya yang sebesar Rp5,45 triliun.
Beban usaha Smartfren tercatat sebanyak Rp5,41 triliun. Rinciannya yakni beban penyusutan dan amortisasi Rp2,31 trilun; operasi, pemeliharaan, dan jasa telekomunikasi Rp1,86 triliun; penjualan dan pemasaran Rp662,55 miliar.
Jika dilihat dari laporan keuangan perusahaan, penyebab kerugian diprediksi dari besarnya kerugian investasi saham Rp389,86 miliar pada semester I 2023. Padahal, periode sebelumnya tahun lalu pos ini mengerek keuntungan hingga Rp70,97 miliar.
Adapun aset Smartfren terbukukan sebesar Rp45,90 triliun pada semester I 2023. Turun 1,25% (yoy) yang sebesar Rp46,49 triliun pada semester I 2022.
Aset itu terdiri dari liabilitas sebesar Rp30,69 triliun dan ekuitas Rp15,21 triliun pada semester I 2023.
(Baca juga: Lepas Kutukan Rugi, Smartfren Akhirnya Raup Untung Rp1,06 Triliun pada Akhir 2022)