Nilai tukar rupiah memimpin penguatan mata uang Asia terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Rupiah berhasil menguat ditopang oleh sentimen positif faktor eksternal maupun domestik. Dari faktor global, terdepresiasinya dolar AS terhadap mata uang utama dunia, optimisme terhadap pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping menjadi pemicu rupiah menguat sejak awal bulan ini.
Dari faktor domestik, mulai diberlakukannya Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) mulai 1 November 2018 serta ekonomi Indonesia yang masih tumbuh 5% menjadi katalis positif bagi penguatan rupiah hingga di bawah Rp 15 ribu/dolar AS. Lembaga keuangan Morgan Stanley yang memberi outlook overweight pasar ekuitas Indonesia pada 2019 mampu mendorong kembali masuknya dana asing ke pasar finansial domestik turut mendorong penguatan rupiah.
Berdasarkan data Bloomberg nilai tukar rupiah hingga 6 November 2018 menguat 2,7% ke level Rp 14,804 per dolar AS dibanding posisi akhir Oktober. Penguatan rupiah tersebut merupakan yang terbesar dibanding dengan mata uang Asia lainnya seperti terlihat pada grafik di bawah ini. Pada perdagangan Rabu (7/11) nilai tukar bahkan menguat Rp 214 (1,45%) ke level 14.590/dolar AS, posisi terkuat sejak 23 Agustus 2018.