Laba BNI Capai Rp10 T pada Semester I 2025, Turun 5,58%
- A Font Kecil
- A Font Sedang
- A Font Besar
Laporan kinerja PT Bank Negara Indonesia (Persero) atau BNI menunjukkan, perusahaan menarik laba bersih sebesar Rp10,09 triliun pada semester I 2025.
Laba periode berjalan yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk itu turun 5,58% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy) yang sebesar Rp10,69 triliun.
Dari pendapatan bunga bersih, emiten berkode BBNI ini meraup Rp19,51 triliun pada pertengahan 2025. Berbeda dengan laba, angka pendapatannya justru naik 2,32% (yoy) dari semester I 2024 yang sebesar Rp10,07 triliun.
Melansir Katadata, pendapatan asuransi yang sebelumnya tercantum sebagai pendapatan premi bersih tercatat turun dari Rp786 miliar pada semester I 2025 menjadi Rp343 miliar.
Beban operasional bersih bank di bawah BUMN ini juga naik dari Rp 6,9 triliun menjadi Rp 7,5 triliun. Ini dipengaruhi oleh beban pencadangan yang meningkat dari Rp3,38 triliun menjadi Rp3,7 triliun dan anjloknya keuntungan transaksi derivatif dan spot dari Rp1,3 triliun menjadi Rp591 miliar.
BNI mencatatkan pertumbuhan kredit masih ditopang oleh kredit korporasi yang naik 10,4% (yoy) menjadi Rp435,8 triliun. Penyumbang utamanya adalah sektor swasta, BUMN, dan institusi pemerintah. Kredit untuk sektor swasta dan institusi tumbuh 11,1% menjadi Rp314,6 triliun, sedangkan kredit ke BUMN naik 8,7% menjadi Rp121,2 triliun.
(Baca: Deretan Bank Beraset Jumbo di Indonesia pada Kuartal I 2025)
Kredit konsumer juga naik 10,7% (yoy) menjadi Rp147 triliun, didorong oleh peningkatan personal loan sebesar 11,7% menjadi Rp60,1 triliun dan KPR sebesar 9,9% menjadi Rp68,4 triliun. Sementara itu, kredit UMKM non-KUR tumbuh 9,2% (yoy) menjadi Rp 44,4 triliun. Adapun segmen komersial mulai menunjukkan tren positif dengan pertumbuhan 5,5%.
Adapun rasio kredit bermasalah (NPL) BNI secara keseluruhan turun menjadi 1,9%, sementara loan at risk (LAR) membaik ke level 11%. Biaya pencadangan atau cost of credit (CoC) juga berhasil dipertahankan di angka 1%.
Wakil Direktur Utama BNI Alexandra Askandar menyatakan, BNI memperkuat fundamental bisnisnya di tengah tantangan makro ekonomi. Ia menyebut bahwa peningkatan dana murah (CASA) dan perbaikan kualitas aset menjadi kunci utama untuk mendorong ekspansi kredit di paruh kedua tahun ini.
“Fokus kami tetap pada sektor produktif seperti pertanian, industri makanan dan minuman, telekomunikasi, infrastruktur, perumahan, hilirisasi energi, dan UMKM," ujar Alexandra dalam keterangan resmi, Jumat (25/7/2025).
BNI mencatat pertumbuhan DPK sebesar 16,5% secara tahunan menjadi Rp900 triliun, didominasi oleh peningkatan dana murah (CASA) yang tumbuh 18,7% menjadi Rp647,6 triliun. Pertumbuhan rekening giro mencapai sebesar 25,1% dan tabungan 10,5% sehingga mendorong peningkatan rasio CASA dari 70,7% menjadi 72,0%.
Sepanjang semester I 2025 ini, BNI juga menjaga rasio likuiditas dan permodalan pada level yang sehat. Loan to deposit ratio (LDR) berada di 86,2%, sementara loan to cash ratio (LCR) dan net stable funding ratio (NSFR) masing-masing mencapai 144,2% dan 143,0%. Capital adequacy ratio (CAR) meningkat menjadi 21,1%, memperkuat kapasitas ekspansi.
Total aset BBNI mencapai Rp1.201,65 triliun pada Juni 2025. Nilainya turun 6,35% dari Desember 2024 yang sebesar Rp1.129,8 triliun.
Adapun liabilitas BNI sebesar Rp1.036,46 triliun dan ekuitas mencapai Rp165,18 triliun pada Juni 2025.
(Baca Katadata: BNI Cetak Laba Rp 10 Triliun, Apa Faktor Penyebabnya?)