Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) melaporkan nilai royalti musik yang berfluktasi di Indonesia selama 2019-2024.
Pada 2019, nilainya sebesar Rp63,79 miliar. Dua tahun berselang, angkanya turun karena pandemi Covid-19. Rinciannya, pada 2020 sebesar Rp29,16 miliar dan 2021 sebesar Rp19,86 miliar.
Hasil penarikan royalti musik mengalami lonjakan eksponensial selama tiga tahun beruntun setelahnya.
Pada 2022, nilainya meroket 76,23% menjadi sebesar Rp35 miliar. Pelonjakan juga terjadi pada 2023 hingga 57,55%, menjadi Rp55,15 miliar. Data terakhir pada 2024 naik signifikan 39,89%, mencapai Rp77,15 miliar.
Polemik Royalti
Belum lama, Katadata mewartakan penyanyi Vidi Aldiano digugat Keenan Nasution, pencipta lagu “Nuansa Bening.” Vidi diminta membayar sebesar Rp24,5 miliar, karena dinilai belum mendapatkan izin Keenan untuk menyanyikan lagunya di berbagai konser dan acara. Kisah serupa dialami Agnes Monica yang diputus membayar ganti rugi Rp1,5 miliar setelah digugat pencipta lagu “Bilang Saja” Ari Bias. Agnes dituding menyanyikan lagu tersebut tanpa izin.
Polemik royalti itu juga membuat sejumlah kafe dan restoran mulai khawatir memutar lagu komersil di tempat usaha mereka. Ini juga imbas penetapan Direktur PT. Mitra Bali Sukses, IGASI, yang merupakan pemegang lisensi waralaba Mie Gacoan di Bali, menjadi tersangka dugaan pelanggaran hak cipta lagu.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) area DKI Jakarta Sutrisno Iwantono membenarkan banyak pihak yang khawatir memutar lagu komersil.
“Iya memang banyak yang khawatir seperti kejadian di Bali, kemungkinan mereka melihat berita itu,” kata Sutrisno saat dihubungi Katadata, Senin (4/8).
LMKN sebagai pihak yang paling disorot dalam kisruh ini. Ini karena lembaga yang didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tersebut memiliki kewenangan untuk memungut royalti dari para pengguna komersial sesuai tarif yang ditetapkan dan disahkan melalui Keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia.
Royalti tersebut kemudian didistribusikan kepada pencipta, pemegang hak cipta, dan pemilik hak terkait melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).
Berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM No. HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016, sektor bisnis yang dikenakan tarif royalti meliputi:
- Pesawat udara, bus, kereta api, dan kapal laut
- Konser
- Pertokoan
- Hotel dan fasilitas hotel
- Radio
- Pusat rekreasi
- Bioskop
- Lembaga penyiaran televisi
- Pameran dan bazaar
- Nada tunggu telepon, bank, dan kantor
- Restoran, kafe, pub, bar, bistro, klub malam, dan diskotek
- Seminar dan konferensi nasional, karaoke
Adapun besaran dan perhitungan tarif royalti berbeda-beda, berdasarkan jenis atau kategori sektor bisnis yang terdaftar.
Tarif bagi restoran dan kafe, misalnya, biaya royalti dikenakan berdasarkan jumlah kursi dengan ketentuan royalti Hak Pencipta dan Hak Terkait sebesar Rp60.000 per kursi dan dibayarkan per tahun.
(Baca: Ini Masalah Sistem Royalti Musik di Indonesia menurut Warga)