Perubahan iklim dapat menimbulkan kerugian besar bagi perekonomian Indonesia.
Hal ini tercatat dalam laporan Kebijakan Pembangunan Berketahanan Iklim 2020-2045 yang dirilis Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN).
(Baca: Awal 2025, Suhu Global Naik 1,75 Derajat Celsius)
Menurut Kementerian PPN, perubahan iklim dapat memicu kenaikan permukaan dan suhu laut, peningkatan intensitas cuaca ekstrem, bencana hidrometeorologi, perubahan pola hujan, hingga kekeringan.
Fenomena tersebut diperkirakan bisa menimbulkan kerugian di 4 sektor prioritas, yaitu:
- Kelautan: Ekosistem laut rusak, produktivitas perikanan tangkap berkurang
- Pertanian: Pola musim berubah, produktivitas tanaman berkurang
- Air: Risiko bencana banjir dan kekeringan naik, ketersediaan air bersih berkurang
- Kesehatan: Risiko penyakit menular terkait kontaminasi lingkungan meningkat, seperti demam berdarah, diare, dan leptospirosis
Kementerian PPN memperkirakan, akumulasi nilai kerugian akibat perubahan iklim di 4 sektor ini mencapai Rp102 triliun pada 2020.
Kemudian nilai kerugiannya diproyeksikan terus naik, hingga menjadi Rp115 triliun pada 2024.
Namun, angka kerugian ini baru sebagian kecil saja, belum termasuk dampak perubahan iklim di sektor-sektor lain.
"Kerugian ekonomi yang dihasilkan belum menghitung seluruh variabel kerugian. Sehingga dalam riilnya, kerugian dari dampak perubahan iklim jauh lebih besar," kata Kementerian PPN dalam laporannya.
Untuk menekan potensi kerugian ini, Kementerian PPN menyatakan perlu ada kebijakan untuk menciptakan pembangunan yang tahan (resilient) terhadap dampak perubahan iklim.
"Jika dilakukan tindakan pembangunan ketahanan iklim yang terencana, diharapkan kerugian yang dialami dapat turun hampir 50%," kata Kementerian PPN.
(Baca: Bumi Makin Panas, Biaya Ketahanan Pangan Makin Mahal)