Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan selalu mengalami defisit. Pada 2019, Kementerian Keuangan Sri Mulyani memperkirakan defisit BPJS Kesehatan akan mencapai Rp 32,8 triliun. Maka dari itu, pemerintah merencanakan kenaikan iuran BPJS. Salah satu pihak yang memberikan usulan adalah Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).
DJSN mengusulkan kenaikan iuran untuk penerima bantuan iuran (PBI) sebesar Rp 42 ribu, naik 82,61% dari iuran sebelumnya yang sebesar Rp 23 ribu. Sementara untuk iuran penerima upah pemerintah diusulkan menjadi 5% dari take home pay dari sebelumnya 5% dari gaji pokok ditambah tunjangan keluarga. Untuk badan usaha batas atas upah, iurannya naik menjadi Rp 12 juta dari sebelumnya Rp 8 juta dengan besaran persentase iuran tetap sebesar 5%.
Adapun untuk iuran peserta bukan penerima upah (mandiri) terdiri atas tiga kelas. Iuran kelas I naik 50% dari Rp 80 ribu menjadi Rp 120 ribu, kelas II naik 47,1% dari Rp 51 ribu menjadi Rp 75 ribu, dan kelas III naik 64,71% dari Rp 25,5 ribu menjadi Rp 42 ribu.
Menteri Keuangan Sri Mulyani juga mengusulkan kenaikan iuran BPJS hingga lebih dari 100%. Ia mengusulkan iuran peserta mandiri kelas I naik 100% menjadi Rp 160 ribu dan kelas II naik 116% menjadi Rp 110 ribu. Adapun iuran untuk kelas III usulan kenaikannya sama seperti usulan DJSN.
(Baca Databoks: Iuran Semua Kelas Naik, Berapa Defisit BPJS Kesehatan?)