Menurut data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), sampai 23 Oktober 2022 terdapat 245 kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) yang tersebar di 26 provinsi Indonesia.
"Sebanyak 8 provinsi berkontribusi 80% dari total kasus, di antaranya DKI Jakarta, Jawa Barat, Aceh, Jawa Timur, Sumatra Barat, Bali, Banten, dan Sumatra Utara," ujar Menkes Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers di Sekretariat Presiden, Senin (24/10/2022).
Berikut sebaran kasus ginjal akut progresif atipikal di Indonesia per tanggal 23 Oktober 2022:
- DKI Jakarta: 55 kasus
- Jawa Barat: 34 kasus
- Aceh: 28 kasus
- Jawa Timur: 27 kasus
- Sumatra Barat : 17 kasus
- Bali: 15 kasus
- Banten: 12 kasus
- Sumatra Utara: 12 kasus
- Sulawesi Selatan: 8 kasus
- DI Yogyakarta: 6 kasus
- Jawa Tengah: 5 kasus
- Jambi: 4 kasus
- Kalimantan Selatan: 3 kasus
- Kepulauan Riau: 3 kasus
- Nusa Tenggara Barat: 2 kasus
- Lampung: 2 kasus
- Sulawesi Tenggara: 2 kasus
- Nusa Tenggara Timur: 2 kasus
- Gorontalo: 1 kasus
- Sulawesi Utara: 1 kasus
- Kepulauan Bangka Belitung: 1 kasus
- Papua: 1 kasus
- Sumatra Selaan: 1 kasus
- Bengkulu: 1 kasus
- Kalimantan Utara: 1 kasus
- Kalimantan Tengah: 1 kasus
Menkes Budi menyatakan tingkat kematian atau fatality rate dari kasus GGAPA nasional mencapai 57,6%.
"Berdasarkan analisa toksikologi pasien, penyelidikan terhadap obat-obatan yang dikonsumsi pasien, serta referensi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sangat besar kemungkinan pasien yang menderita gangguan ginjal akut terpapar senyawa kimia berbahaya dari obat sirop yang diminum," kata Menkes Budi.
Sebelumnya, pada 5 Oktober 2022 WHO telah merilis peringatan terkait 4 merek obat sirop dengan kandungan etilen glikol, yang dicurigai berkaitan dengan meninggalnya 66 anak karena kasus gagal ginjal akut di Gambia.
"Berdasarkan rilis dari WHO, adanya zat kimia di pasien, bukti biobsi yang menunjukkan kerusakan ginjalnya karena zat kimia ini, dan keempat adanya zat kimia ini di obat-obatan yang ada di rumah pasien, kita menyimpulkan bahwa benar penyebabnya adalah obat-obat kimia yang merupakan cemaran atau impurities dari pelarut ini," ujar Budi.
Merespons kondisi ini, Kemenkes telah menerbitkan surat edaran yang meminta apotek agar tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk cair/sirop.
Kemenkes juga meminta tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair/sirop, sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas.
(Baca: Daftar Negara Pemasok Etilen Glikol ke Indonesia, Arab Saudi Terbesar)