Industri pengolahan merupakan sektor penerima kredit perbankan terbesar di Indonesia hingga paruh pertama tahun ini.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sampai Juni 2025, kucuran kredit dari bank umum ke industri pengolahan mencapai Rp1,24 kuadriliun.
Nilai tersebut setara 21% dari penyaluran kredit ke lapangan usaha nasional, yang nilai totalnya Rp5,86 kuadriliun.
(Baca: Mayoritas Kredit Perbankan RI Disalurkan untuk Modal Kerja sampai Juni 2025)
Sektor penerima kucuran kredit terbesar berikutnya adalah perdagangan besar dan eceran Rp1,22 kuadriliun (20,77%); sektor pertanian Rp542,9 triliun (9,26%); serta sektor transportasi, pergudangan, dan komunikasi Rp485,92 triliun (8,29%).
Sedangkan kucuran kredit terkecil masuk ke badan internasional dan badan ekstra internasional senilai Rp10,76 miliar (0,0002%); sektor jasa perorangan yang melayani rumah tangga Rp3,56 triliun (0,06%); serta sektor jasa pendidikan Rp18,78 triliun (0,32%).
Dari sisi kualitas kreditnya, sektor perikanan merupakan lapangan usaha yang paling berisiko.
Hal ini tercermin dari tingginya rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) di sektor perikanan yang mencapai 5,18% dari total penyaluran.
Berikut rincian rasio NPL kredit perbankan di Indonesia per lapangan usaha pada Juni 2025:
- Perikanan: 5,18%
- Badan Internasional: 4,60%
- Perdagangan Besar dan Eceran: 3,75%
- Penyediaan Akomodasi dan Makan-Minum: 3,21%
- Jasa Perorangan yang Melayani Rumah Tangga: 3,15%
- Jasa Kemasyarakatan, Sosial Budaya, Hiburan: 2,88%
- Industri Pengolahan: 2,81 %
- Konstruksi: 2,65%
- Pertanian, Perburuan, dan Kehutanan: 1,98%
- Jasa Pendidikan: 1,86%
- Real Estate, Usaha Persewaan: 1,62%
- Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial: 1,17%
- Pertambangan dan Penggalian: 1,01%
- Transportasi, Pergudangan, dan Komunikasi: 0,86%
- Perantara Keuangan: 0,30%
- Listrik, Gas dan Air: 0,14%
- Admistrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial: 0,00%
(Baca: Rasio Kredit Macet di Bank Daerah Meningkat pada Semester I 2025)