Statistik dari International Labour Organization (ILO) menunjukkan, jumlah pekerja global yang hidup dalam kemiskinan ekstrem berkurang dalam tiga dekade terakhir.
Ada tiga kelas pekerja berdasarkan klasifikasi kemiskinan dari ILO. Pertama, miskin ekstrem dengan penghasilan kurang dari US$2,15 per hari atau sekitar Rp34 ribu (asumsi kurs Rp16.170 per US$).
Kedua, pekerja cukup miskin atau miskin moderat/sedang antara US$2,15 dan US$3,65 atau Rp34 ribu-59 ribu per hari. Ketiga, nonmiskin, dengan pendapatan lebih dari US$3,65 atau Rp59 ribu per hari.
Pada 1994, estimasi proporsi kelas pekerja miskin global masih sangat tinggi, yakni mencapai 34% total pekerja aktif di dunia. Kemudian angkanya turun signifikan pada 2004, menjadi 22%.
Angka pekerja miskin ekstrem turun lagi menjadi 9% pada 2014. Terakhir, pada 2024 estimasinya sebesar 7%.
Penurunan tersebut berlawanan dengan meningkatnya proporsi pekerja nonmiskin. Rinciannya, pada 1994 sebesar 45%, naik menjadi 57% pada 2004, naik lagi menjadi 75% pada 2014, dan terakhir menjadi 83%.
Namun untuk pekerja cukup miskin sempat stagnan pada 1994 dan 2004, seperti terlihat pada grafik.
ILO menilai, berkurangnya pekerja miskin ekstrem mencerminkan kemajuan global dalam meningkatkan standar hidup.
"Pada saat yang sama, semakin banyak pekerja yang berpenghasilan di atas US$3,65 per hari, yang menandai pergeseran positif dalam distribusi pendapatan," tulis ILO dikutp pada Sabtu (25/1/2025).
Namun ILO memberi catatan, kemajuan ini masih belum merata, dengan kemiskinan ekstrem yang masih ada pada 2024. Ini terlihat menonjol di wilayah berpenghasilan rendah.
"Ini perlunya menyoroti kebijakan yang ditargetkan untuk memastikan tidak ada [pekerja] yang tertinggal," kata ILO.
(Baca juga: Proyeksi Pekerjaan di Asia Tenggara Cerah pada 2025-2026)