Data yang dihimpun Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukkan, terdapat sejumlah negara yang menjadi asal atau penyumbang defisit perdagangan Amerika Serikat (AS) pada 2024.
Terbesar adalah China, dengan surplus perdagangannya yang menyebabkan AS defisit sebesar US$319,1 miliar sepanjang tahun lalu. Lalu ada Meksiko sebesar US$175,9 miliar.
Selanjutnya Vietnam dengan nilai US$129,4 miliar, menjadi satu-satunya negara Asia Tenggara yang masuk daftar tiga besar.
Indonesia berada di posisi ke-15 dengan 'sumbangan' defisit sebesar US$19,3 miliar pada tahun lalu.
Kemenkeu menjelaskan, ada beberapa dampak tarif Trump bagi Indonesia. Utamanya, kebijakan tersebut diberlakukan kepada negara yang mencatat surplus dagang dengan AS.
(Baca juga: Ada Perang Dagang, Ini Perdagangan AS dengan ASEAN pada 2024)
Dampak lainnya adalah biaya sektor manufaktur dan digital yang lebih tinggi, disrupsi rantai pasok akibat perang dagang, volatilitas harga komoditas dan pasar keuangan.
Namun Kemenkeu membeberkan beberapa langkah yang dianggap sebagai mitigasi, seperti membuka peluang relokasi dari rekonfigurasi rantai pasok dan peluang kerja sama ASEAN serta BRICS yang lebih kuat.
Berdasarkan data Trading Economics, AS mencatat defisit perdagangan sebesar US$131,4 miliar pada Januari 2025. Angka itu rekor sekaligus naik dari revisi defisit US$98,1 miliar pada Desember 2024 dan melebihi perkiraan defisit US$127,4 miliar.
Dalam catatan Trading Economics, negara adidaya itu mengalami defisit perdagangan yang konsisten sejak tahun 1976, buntut impor minyak dan produk konsumsi yang tinggi.
Namun defisit perdagangan mulai memuncak lagi sejak Maret 2022, karena sejumlah perusahaan AS berlomba-lomba mengamankan barang sebelum tarif administrasi Trump berlaku.
(Baca juga: Perdagangan Indonesia dengan AS Selalu Surplus Sedekade Terakhir)