Pengadilan Niaga Kota Semarang menyatakan PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex pailit pada Kamis (24/10/2024), mengabulkan permohonan pembatalan perdamaian dalam penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang diajukan PT Indo Bharat Rayon.
Permohonan pembatalan perdamaian tersebut didaftarkan pada Agustus 2024 dengan Nomor:2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg jo. Nomor 21/Pdt.Sis-PKPU/2021/Pn Niaga Smg.
(Baca: Sritex Pailit, Ini Daftar Utangnya di 28 Bank)
Keputusan pailit Sritex cukup mengguncang. Pasalnya, emiten dengan kode saham SRIL ini merupakan salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia.
Sebelumnya, sejak 2017 penjualan Sritex tercatat meningkat hingga menyentuh level tertinggi pada 2020, yakni US$1,28 miliar. Selama periode 2017-2020 Sritex juga konsisten mencetak laba.
Namun, pada 2021 penjualannya mulai menurun. Sejak saat itu mereka pun terus mengalami kerugian sampai 2023, seiring dengan kondisi global yang tidak kondusif akibat dampak pandemi Covid-19 dan meletusnya perang Rusia-Ukraina.
Turunnya penjualan mempengaruhi kemampuan Sritex untuk membayar kewajiban, hingga mereka gagal bayar surat utang medium term notes (MTN) 2018 dengan nilai US$18,73 juta pada akhir 2023.
Akumulasi kerugian selama 2021-2023 juga membuat Sritex mengalami ekuitas negatif atau defisiensi modal, di mana nilai kewajiban perusahaan melebihi asetnya.
Pada 2023 total kewajiban Sritex mencapai US$1,6 miliar, sedangkan total asetnya hanya US$648,99 juta. Dengan demikian, pada 2023 ekuitas Sritex minus US$954,83 juta seperti terlihat pada grafik.
(Baca: Volume Impor Tekstil Indonesia Meningkat Januari-Juli 2024)