Metana adalah salah satu gas rumah kaca yang berperan dalam mendorong pemanasan global. International Energy Agency (IEA) memperkirakan emisi metana di seluruh dunia pada 2022 mencapai 580 juta ton.
Sekitar 40%-nya merupakan emisi metana alami dari gambut atau lahan basah (wetland), sedangkan 60% merupakan emisi metana antropogenik dari hasil aktivitas manusia.
Emisi metana antropogenik paling banyak berasal dari sektor pertanian dan energi. Ada pula emisi dari penimbunan sampah dan pembakaran biomassa dengan porsi yang lebih kecil.
"Metana bertanggung jawab atas sekitar 30% kenaikan suhu global sejak Revolusi Industri," kata IEA dalam laporan Global Methane Tracker 2023.
"Meski metana memiliki umur di atmosfer yang lebih pendek dibanding karbon dioksida, metana menyerap lebih banyak energi panas," lanjutnya.
IEA juga mencatat, Indonesia merupakan salah satu dari 10 negara penghasil emisi metana antropogenik terbesar. Berikut daftar lengkapnya:
- Tiongkok: 55,7 juta ton
- Amerika Serikat: 31,8 juta ton
- India: 29,7 juta ton
- Rusia: 24,4 juta ton
- Brasil: 20 juta ton
- Indonesia: 14,3 juta ton
- Pakistan: 7,7 juta ton
- Iran: 7,4 juta ton
- Nigeria: 6,6 juta ton
- Meksiko: 6,1 juta ton
Sepuluh negara tersebut menghasilkan sekitar 57% dari total emisi metana antropogenik global. Namun, IEA memperkirakan masih ada banyak emisi yang belum diketahui.
"Emisi metana dari sumur-sumur migas dan tambang batu bara yang sudah ditinggalkan tidak tercatat di sini. Datanya tidak tersedia di sebagian besar negara," kata IEA.
(Baca: Suhu Permukaan Bumi Naik 0,89 Derajat Celcius pada 2022)