Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 89 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini berkurang 77 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Kamis (9/1/2025) pukul 11.43 WIB. Dari 89 titik panas terdeteksi, 1 titik dengan tingkat kepercayaan hotspot tinggi, 85 titik skala sedang, dan 3 titik skala rendah.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: Ada 1.300 Bencana Alam di RI sampai September 2024, Ini Rinciannya)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Maluku Utara sebanyak 15 titik. Sulawesi Tengah menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 13 titik. Sulawesi Tenggara berada di posisi ketiga sebanyak 9 titik panas.
Sebanyak 7 titik panas terdeteksi di Kalimantan Timur, Papua menyusul dengan 6 titik panas, serta Sulawesi Utara dan Jambi masing-masing memiliki 4 dan 4 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Ada 2 Ribu Bencana Alam di Indonesia pada 2024, Banjir Mendominasi)