Menurut riset Indonesia Judicial Research Society (IJRS), penegakan hukum peredaran narkotika di Indonesia belum optimal. Ini terlihat dari banyaknya terdakwa kasus narkotika yang hanya berstatus sebagai pengguna.
IJRS menemukan bahwa selama periode 2016-2020 ada 1.535 perkara tindak pidana peredaran gelap narkotika di Indonesia yang melibatkan 616 orang terdakwa.
Dari seluruh terdakwa tersebut, sebanyak 44,6% hanya berstatus sebagai pengguna terakhir (end user), yakni orang yang membeli, menyimpan, atau memiliki narkotika untuk konsumsi pribadi.
Kemudian terdakwa yang berstatus kurir ada sebanyak 24% dan pengedar kecil 18%. Sedangkan terdakwa yang bertatus bandar besar hanya 12,9% dan yang berstatus produsen hanya 0,4%.
"Data ini menunjukan prioritas penegakan hukum tindak pidana peredaran gelap narkotika di Indonesia masih terfokus pada perkara-perkara kecil, khususnya terhadap para pengguna terakhir (end user)," tulis IJRS dalam laporannya.
"Padahal, semangat memberantas kejahatan narkotika semestinya dimulai dengan pemberantasan tindak pidana dengan derajat kejahatan tertinggi (high level of crime), seperti para produsen atau bandar narkotika," lanjutnya.
(Baca: Ini Jenis Narkoba yang Paling Banyak Digunakan di Dunia)