Pemerintah mencabut ribuan izin usaha pertambangan (IUP). Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menjelaskan, keputusan pencabutan IUP ini sesuai arahan dari Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas (ratas) pada Januari 2022.
Tercatat sebanyak 2.343 IUP dianggap tidak berkegiatan dan 2.078 di antaranya tidak melaksanakan rencana kerja dan anggaran belanja (RKAB) perusahaan. Mereka yang tak membuat RKAB inilah yang ditargetkan untuk dicabut.
Sebelumnya Katadata mewartakan, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia sebagai pihak yang mencabut IUP. BKPM memang mendapatkan mandat untuk mencabut IUP sejak Januari hingga November 2022.
Dari 2.078 IUP yang ditargetkan dicabut BKPM, realisasi pencabutan ini hanya dilakukan kepada 2.051 IUP. Angka tersebut terdiri atas 1.749 IUP mineral dan 302 IUP batu bara berdasarkan SK pencabutan.
Sementara itu, 27 IUP yang tidak dicabut terdiri dari 8 IUP di Aceh karena otonomi khusus dan 12 IUP batuan karena wewenang gubernur. Kemudian 1 IUP aspal karena kebijakan presiden, 2 IUP sudah berakhir, dan 4 IUP sudah dicabut 2 kali.
(Baca juga: Ini Tren Realisasi Reklamasi Lahan Bekas Tambang 6 Tahun Terakhir)
“Sampai 14 Maret 2024 sebanyak 585 IUP telah dibatalkan pencabutan oleh BKPM. Terdiri dari 499 IUP mineral dan 86 IUP batu bara, namun baru 469 IUP yang masuk dalam MODI-MOMi. Sisanya 4 IUP proses masuk MODI MOMI dan 112 belum bisa masuk karena masih memiliki kewajiban penyelesaian pembayaran PNBP,” kata Arifin dalam Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR RI pada Selasa (19/3/2024).
Berdasarkan data minerba one data Indonesia (MODI) Kementerian ESDM, jumlah IUP di Indonesia berfluktuasi setiap tahunnya. Pada 2015, jumlahnya sempat meroket hingga 10.092 IUP.
Setelah tahun tersebut, angkanya konsisten turun hingga mencapai yang terendah menjadi 3.161 IUP pada 2019. Meski begitu, perizinan kembali bertambah pada 2020 hingga 20 Maret 2024 yang menyentuh 4.135 izin.
Aturan pencabutan
Dalam paparannya, Arifin menjelaskan bahwa periode pencabutan ini dilakukan sejak Agustus 2022 hingga Februari 2024. Arifin mengatakan, terdapat dua hal utama yang menyebabkan pemerintah mencabut IUP perusahaan tambang tersebut.
“Perusahaan dianggap tidak menyampaikan RKAB sampai 2021, maupun perusahaan dianggap pailit. Namun satgas penataan lahan dan penataan investasi masih memberikan ruang untuk menghidupkan kembali IUP yang dicabut melalui prosedur pengajuan keberatan pencabutan,” ucapnya.
Mengacu Pasal 119 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020, disebutkan bahwa pertambangan mineral dan batu bara dapat dicabut oleh menteri jika pemegang IUP atau IUPK tidak memenuhi kewajiban serta ketentuan perundangan.
Salah satu kewajiban yang dimaksud adalah menyampaikan RKAB tahunan. Jika perusahaan tidak melakukan hal tersebut maka dianggap tidak berkegiatan dan dapat diberikan sanksi berupa pencabutan izin administratif. Selain itu, para pemegang IUP dan IUPK dapat dikatakan melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam UU ini atau pemegang IUP/IUPK dinyatakan pailit.
(Baca Katadata: Ribuan IUP Pertambangan Dicabut, ESDM: Pailit dan Tak Sampaikan RKAB)