Indonesia merupakan negara pemberi subsidi energi fosil terbesar di ASEAN, sekaligus terbesar ke-8 di skala global pada 2021.
Hal ini tercatat dalam laporan Bank Dunia yang berjudul Detox Development, Repurposing Environmentally Harmful Subsidies (Juni 2023).
Menurut laporan tersebut, sepanjang 2021 pemerintah Indonesia mengucurkan subsidi energi fosil senilai USD 11,9 miliar atau sekitar Rp170,6 triliun (asumsi kurs tahun 2021 Rp14.269 per USD).
Angka itu mencakup subsidi untuk konsumen dan produsen, baik untuk produk LPG, kerosene/minyak tanah, gas bumi, batu bara, listrik energi fosil, dan berbagai produk olahan minyak bumi.
Sementara, subsidi energi fosil yang dikucurkan negara-negara tetangga jumlahnya lebih kecil, seperti terlihat pada grafik di atas.
(Baca: Konsumsi BBM Kelas Pertalite Melonjak pada 2022, Rekor Tertinggi Baru)
Jika dihitung secara global, nilai subsidi energi fosil yang dikucurkan 191 negara pada 2021 totalnya diperkirakan mencapai USD 577 miliar.
Bank Dunia pun mengkritisi hal ini, lantaran subsidi energi dinilai memiliki dampak buruk, baik bagi lingkungan maupun kesehatan masyarakat.
"Pemerintah di berbagai negara membelanjakan uang triliunan untuk subsidi yang tidak efisien, yang memperburuk perubahan iklim," kata Bank Dunia dalam laporannya.
"Penggunaan bahan bakar fosil, yang didorong lewat subsidi, merupakan faktor pemicu utama dari 7 juta kematian dini setiap tahunnya akibat polusi udara," lanjutnya.
Merespons hal ini, Bank Dunia merekomendasikan agar negara-negara mengalihkan dana subsidi energi fosil ke program-program yang mendukung mitigasi perubahan iklim dan transisi energi yang berkeadilan.
"Di tengah anggaran yang terbatas, peningkatan utang, ketidaksetaraan yang melebar, dan degradasi lingkungan yang memburuk, pemerintah harus memprioritaskan reformasi subsidi yang komprehensif," kata Bank Dunia.
"Keyakinan bahwa reformasi subsidi akan mempengaruhi masyarakat miskin, tidak selalu didukung data. Dalam beberapa kasus, seperti dalam subsidi energi, kelompok orang kaya lebih diuntungkan karena konsumsi mereka yang tinggi," lanjutnya.
"Untuk melindungi kelompok rentan selama reformasi subsidi, kami merekomendasikan pemberian kompensasi kepada kelompok yang paling miskin lewat transfer tunai atau bantuan langsung," kata Bank Dunia.
(Baca: Investasi di Sektor Energi Terbarukan Masih Minim sampai 2022)