Pemerintah Indonesia akan menerbitkan izin usaha pertambangan batu bara untuk organisasi keagamaan, khususnya Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Hal ini diungkapkan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia.
"Atas arahan dan pertimbangan dari beberapa menteri, bahkan telah disetujui oleh Bapak Presiden Jokowi, kita akan memberikan konsesi batu bara yang cadangannya cukup besar kepada PBNU untuk dikelola dalam rangka mengoptimalkan organisasi," ujar Bahlil, disiarkan Antara, Senin (3/6/2024).
Menurut Bahlil, izin usaha ini diberikan karena PBNU selaku organisasi Islam besar sudah banyak berkontribusi bagi pembangunan negara.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo juga telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 terkait pelaksanaan usaha pertambangan mineral dan batu bara (minerba).
Dalam pasal 83A, PP tersebut mengizinkan organisasi keagamaan untuk mengelola wilayah izin pertambangan khusus (WIUPK) dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kritik dari Organisasi Lingkungan
Namun, pemberian izin usaha tambang batu bara untuk PBNU dikritik sejumlah pihak, salah satunya organisasi lingkungan 350.org.
Indonesia Team Lead Interim 350.org Firdaus Cahyadi menilai pertambangan batu bara memiliki karakteristik yang merusak, serta menyebabkan persoalan lingkungan dan sosial.
"Pembakaran batu bara berdampak pada meningkatnya emisi gas rumah kaca, penyebab krisis iklim. Krisis iklim ini telah menyebabkan berbagai bencana di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia," kata Firdaus dalam siaran pers yang diterima Databoks, Senin (3/6/2024).
Sebagai alternatif, ia mendorong pemerintah menggandeng organisasi keagamaan untuk mengembangkan energi baru terbarukan (EBT).
"Jika alasannya kesejahteraan rakyat, mengapa pemerintah tidak memberikan kesempatan bagi NU dan ormas keagamaan lainnya untuk mengembangkan energi terbarukan berbasis komunitas, seperti pembangkit listrik tenaga surya, mikrohidro dan sebagainya?" kata Firdaus.
Berdasarkan hasil riset kolaborasi 350.org dan Center of Economic and Law Studies (CELIOS), energi terbarukan berbasis komunitas mampu berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) secara kumulatif hingga Rp10.463 triliun dalam 25 tahun, dengan rincian nilai dampak per tahun seperti terlihat pada grafik.
"Penelitian itu juga mengungkapkan bahwa energi terbarukan berbasis komunitas mampu menurunkan angka kemiskinan hingga lebih dari 16 juta orang. Dari sisi ketenagakerjaan, juga membuka peluang kerja sebesar 96 juta orang," kata Firdaus.
"Publik berharap PBNU berani menolak tawaran pemerintah untuk mengelola tambang batu bara," ujarnya lagi.
(Baca: Investasi EBT Turun pada 2023, Migas dan Minerba Naik)