Menurut laporan Bank Indonesia (BI), pada November 2022 Indonesia memiliki utang luar negeri US$392,6 miliar, terdiri dari utang swasta US$202,5 miliar dan utang pemerintah US$181,6 miliar.
Utang luar negeri pemerintah paling banyak tercatat di sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial (24,5%); jasa pendidikan (16,5%); administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial (15,3%); konstruksi (14,2%); serta jasa keuangan dan asuransi (11,5%).
Berikut rincian nilai utang luar negeri pemerintah berdasarkan sektor pada November 2022:
- Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial: US$44,4 miliar
- Jasa Pendidikan: US$30 miliar
- Administrasi Pemerintah, Pertahanan, dan Jaminan Sosial: US$27,8 miliar
- Konstruksi: US$25,8 miliar
- Jasa Keuangan dan Asuransi: US$20,9 miliar
- Transportasi dan Pergudangan: US$11,4 miliar
- Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan: US$9,23 miliar
- Pengelolaan Air, Air Limbah, Daur Ulang Sampah, dan Remediasi: US$4,89 miliar
- Pengadaan Listrik, Gas, Uap, Air Panas: US$3,29 miliar
- Jasa Lainnya: US$2,5 miliar
- Informasi dan Komunikasi: US$788 juta
- Pertambangan dan Penggalian: US$392 juta
- Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor: US$40 juta
- Industri Pengolahan: US$19 juta
- Jasa Perusahaan: US$4 juta
- Penyediaan Akomodasi, Makanan, dan Minuman: tidak ada
- Real Estat: tidak ada
Secara keseluruhan, utang luar negeri pemerintah pada November 2022 bertambah sekitar US$1,89 miliar dibanding bulan sebelumnya.
"Terdapat penarikan pinjaman luar negeri yang digunakan untuk mendukung pembiayaan program dan proyek, antara lain berupa dukungan penanganan Covid-19, dukungan pembangunan infrastruktur, serta beberapa pembangunan program dan proyek lainnya," kata BI dalam siaran persnya, Senin (16/1/2023).
"Posisi utang luar negeri pemerintah relatif aman dan terkendali, mengingat hampir seluruhnya memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9% dari total luar negeri pemerintah," lanjutnya.
(Baca: Utang Luar Negeri Indonesia Paling Besar di Asia Tenggara)