Industri manufaktur Indonesia masih ekspansif pada Maret 2025, di saat banyak negara lain sedang melemah.
Hal ini terlihat dari Purchasing Managers Index (PMI) yang dirilis S&P Global Market Intelligence.
>
(Baca: Logam dan Makanan, Komoditas Utama Ekspor Manufaktur RI 2024)
S&P Global menyusun indeks PMI dari hasil survei terhadap manajer perusahaan di berbagai negara.
Indikator surveinya meliputi pertumbuhan volume produksi, pesanan ekspor dan domestik, jumlah tenaga kerja, jangka waktu pengiriman pasokan, serta stok bahan yang dibeli setiap perusahaan.
Hasilnya kemudian diolah menjadi skor berskala 0-100. Skor PMI di bawah 50 mencerminkan adanya pelemahan atau kontraksi; skor 50 artinya stagnan atau tak ada perubahan; dan skor di atas 50 menunjukkan penguatan atau ekspansi dibanding bulan sebelumnya.
Pada Maret 2025 Indonesia memiliki skor PMI manufaktur 52,4, masuk zona ekspansi.
"Faktor utama di balik angka PMI Indonesia yang di atas 50 adalah ekspansi produksi berkelanjutan. Tingkat pertumbuhan tercatat sebagai yang terkuat kedua dalam lima bulan terakhir dan umumnya mencerminkan peningkatan pesanan baru," kata S&P Global Market Intelligence dalam siaran pers (2/4/2025).
Pada Maret 2025 ekspansi industri manufaktur juga terjadi di Arab Saudi, India, Australia, Brasil, China, Singapura, Vietnam, dan Amerika Serikat (AS).
Namun, ada banyak negara lain yang skor PMI-nya di bawah 50, mencerminkan industri manufaktur yang melemah atau terkontraksi.
Kontraksi tercatat di Thailand, Filipina, Korea Selatan, Malaysia, Afrika Selatan, Prancis, Jepang, Jerman, Rusia, sampai Kanada dan Inggris seperti terlihat pada grafik.
Menurut perusahaan jasa keuangan JP Morgan, pada Maret 2025 optimisme industri manufaktur secara global juga tergolong rendah.
"Meningkatnya kekhawatiran tentang situasi geopolitik, biaya tinggi, dan kemungkinan gangguan arus perdagangan global akibat perang tarif, semuanya mengganggu optimisme bisnis pada bulan Maret," kata JP Morgan dalam siaran pers (1/4/2025).
"Kepercayaan diri pelaku bisnis turun ke level terendah dalam tiga bulan dan melemah di sektor industri barang konsumsi, barang setengah jadi, dan barang investasi. Berkurangnya optimisme akan prospek bisnis merupakan faktor utama yang mendasari penurunan dalam lapangan kerja manufaktur global," lanjutnya.
(Baca: Terancam Tarif Trump, Ini Produk yang Diimpor AS dari Indonesia)