Pemerintah Indonesia berencana menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai 2025. Namun, hal ini diperkirakan bisa menambah beban pengeluaran rumah tangga.
Perkiraan tersebut disampaikan Center of Economic and Law Studies (Celios) dalam laporan PPN 12%: Pukulan Telak bagi Dompet Gen Z dan Masyarakat Menengah ke Bawah (November 2024).
(Baca: Beda Pengeluaran Kelas Atas, Menengah, dan Miskin di Indonesia)
Menurut perhitungan Celios, dengan adanya PPN 12% pengeluaran rumah tangga miskin bisa bertambah sekitar Rp101 ribu per bulan.
Kemudian rumah tangga rentan miskin pengeluarannya naik Rp153 ribu per bulan, dan rumah tangga menengah naik Rp354 ribu per bulan.
"Bagi rumah tangga miskin, yang sebagian besar pengeluarannya sudah dialokasikan untuk kebutuhan pokok, tambahan biaya ini bisa memengaruhi kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan lainnya, seperti pendidikan dan kesehatan," kata Celios dalam laporannya.
Celios menilai kenaikan pengeluaran akibat PPN 12% ini akan mengurangi daya beli rumah tangga kelompok miskin, rentan miskin, dan kelas menengah, serta mengurangi kemampuan mereka untuk menabung.
Kenaikan tarif PPN juga diperkirakan akan memicu inflasi, yang kemudian memperburuk ketimpangan ekonomi antara kelompok kaya dan kelompok miskin.
"Kelompok kaya, dengan daya beli yang jauh lebih besar, mungkin hanya merasakan sedikit dampak dari kenaikan PPN, sementara kelompok miskin dan rentan miskin merasakan dampak yang jauh lebih besar," kata Celios.
"Dalam jangka panjang, hal ini bisa menyebabkan ketidakpuasan yang lebih besar di kalangan masyarakat, karena mereka merasa beban ekonomi tidak terbagi secara adil. Ketidaksetaraan yang semakin dalam ini dapat menimbulkan ketegangan sosial dan memperburuk hubungan antar kelas sosial di Indonesia," lanjutnya.
(Baca: Pengeluaran Kelas Menengah RI Umumnya Rp2 Jutaan Sebulan)