Menurut Global Food Security Index (GFSI), indeks ketahanan pangan Indonesia pada 2022 berada di level 60,2, membaik dibanding dua tahun awal pandemi.
Kendati membaik, ketahanan pangan Indonesia tahun ini masih lebih rendah dibanding rata-rata global yang indeksnya 62,2, serta di bawah rata-rata Asia Pasifik yang indeksnya 63,4.
Tapi, jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, ketahanan pangan Indonesia tergolong cukup kuat. Di kelompok Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) ketahanan pangan Indonesia masuk peringkat ke-4.
Negara ASEAN yang dinilai memiliki ketahanan pangan terbaik adalah Singapura, diikuti Malaysia dan Vietnam dengan rincian seperti terlihat pada grafik.
Indeks ketahanan pangan GFSI 2022 diukur berdasarkan empat indikator, yakni keterjangkauan harga pangan (affordability), ketersediaan pasokan (availability), kualitas nutrisi (quality and safety), serta keberlanjutan dan adaptasi (sustainability and adaptation).
Hasil penilaian seluruh indikator tersebut dinyatakan dalam skor berskala 0-100. Semakin tinggi skornya, kondisi ketahanan pangan dinilai semakin baik.
Singapura meraih skor sangat baik dalam hal affordability, yakni 93,2. Bukan hanya terbaik di ASEAN, skor ini juga menempatkan Singapura di peringkat ke-2 global dalam hal keterjangkauan harga pangan.
Namun, Singapura mendapat skor buruk dalam indikator sustainability and adaptation, yakni 44,3. Angka ini bahkan lebih buruk dari Indonesia yang skor keberlanjutan dan adaptasinya 46,3.
Di indikator keberlanjutan dan adaptasi GFSI menilai kebijakan negara dalam beradaptasi dengan perubahan iklim, pemeliharaan lingkungan, sampai manajemen kebencanaan yang dapat mempengaruhi keamanan pasokan pangan.
Di indikator tersebut Indonesia dan Singapura sama-sama mendapat skor rendah karena pembiayaan mitigasi perubahan iklimnya dinilai masih kurang baik.
"Laju perubahan iklim tidak bisa ditahan tanpa adanya pengurangan emisi dari sektor pangan. Ketahanan pangan juga tak akan bisa terwujud tanpa adanya pencegahan perubahan iklim," kata tim penyusun GFSI dalam laporannya.
"Semua pemangku kepentingan perlu bekerja sama membangun sistem pangan yang kuat, yang dapat bertahan di tengah naiknya permintaan pangan, keterbatasan lahan, dan iklim yang memanas," lanjutnya.
(Baca: Ketahanan Pangan Indonesia Menguat pada 2022)