Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyatakan kontribusi sektor industri pengolahan atau manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia terus menurun.
"Ini tidak bagus untuk perekonomian Indonesia, karena industri manufaktur sangat penting untuk negara berkembang, seperti Indonesia," kata Deputi Bidang Ekonomi Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti, disiarkan CNNIndonesia.com (30/7/2024).
(Baca: Permintaan Melemah, Indeks Manufaktur RI Turun Kuartal II 2024)
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kontribusi sektor manufaktur memang kian berkurang.
Pada 2010 sektor tersebut masih mampu berkontribusi 22,04% terhadap PDB atas dasar harga konstan (ADHK), dan sempat naik menjadi 22,06% pada 2011.
Namun, setelah itu kontribusinya terus melemah. Tren penurunan terjadi selama 12 tahun berturut-turut sejak 2012, hingga kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB ADHK menjadi 20,39% pada 2023.
Menurut Ronny P. Sasmita, analis dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution, penurunan kinerja manufaktur bisa berdampak pada berkurangnya penyerapan tenaga kerja.
"Penurunan aktivitas manufaktur tentu sangat berbahaya bagi perekonomian kita, di saat sektor jasa juga belum berkembang baik. Sektor manufaktur adalah bagian utama dari modernisasi ekonomi, karena menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar di satu sisi, dan membutuhkan skill khusus di sisi lain," kata Ronny, disiarkan CNNIndonesia.com (30/7/2024).
Ronny menilai ada banyak faktor yang membebani kinerja manufaktur Indonesia, seperti ketertinggalan teknologi yang membuat biaya produksi mahal dan produk kurang kompetitif, minimnya dukungan pemerintah, banyaknya produk impor, serta minimnya riset dan pengembangan produk.
"Semua sebab tersebut membuat produk manufaktur dalam negeri menjadi kalah bersaing dengan produk impor. Harganya menjadi jauh lebih mahal," kata Ronny.
(Baca: Ini Industri Pengolahan dengan Nilai Tambah Terbesar di RI)