Nilai tukar rupiah merupakan salah satu variabel asumsi dasar ekonomi yang berdampak positif terhadap postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018. Dalam sensitivitas APBN 2018, setiap pelemahan nilai tukar rupiah sebesar Rp 100/dolar Amerika Serikat (AS) bakal mendorong kenaikan pendapatan negara sebesar Rp 3,8-5,1 triliun dan belanja negara sebesar Rp 2,2-3,4 triliun. Sedangkan surplus (defisit) anggaran akan bertambah Rp 1,7 triliun sementara pembiayaan akan berkurang Rp 0,2-0,1 triliun setiap nilai tukar rupiah terdepresiasi Rp 100/dolar AS.
Sebagai informasi, nilai tukar rupiah di APBN 2018 dipatok Rp 13.400/dolar AS, sementara nilai tukar rupiah saat ini telah melemah dan berada di level Rp 14.391/dolar AS. Artinya, dengan terdepresiasinya rupiah tersebut dapat mendorong kenaikan pendapatan negara sekitar Rp 37,66-50,54 triliun. Demikian pula belanja negara akan meningkat Rp 21,8-33,69 triliun. Sementara surplus (defisit) anggaran akan mencapai sekitar Rp 16,85 triliun sedangkan pembiayaan akan berkurang antara Rp 1,98-0,99 triliun.
Selain pelemahan nilai tukar rupiah, variabel asumsi dasar ekonomi makro lainnya yang berdampak positif terhadap postur APBN 2018 adalah pertumbuhan ekonomi, Inflasi, kenaikan harga minyak (ICP), serta lifting minyak dan gas. Kenaikan variabel tersebut dapat berdampak langsung terhadap kenaikan pendapatan negara, terutama pada penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Sedangkan dampak tak langsung akan berpengaruh pada kenaikan anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa, terutama Dana Alokasi umum (DAU).