Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024, pemerintah mengalokasikan anggaran belanja fungsi pertahanan atau belanja militer sebesar Rp139,1 triliun.
Nilainya berkurang sekitar Rp5,6 triliun atau turun 3,9% dibanding outlook realisasi anggaran 2023.
Kendati ada penurunan, anggaran pertahanan pada penghujung era Presiden Joko Widodo (Jokowi) ini masih tergolong tinggi dibanding Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Selama periode pertama pemerintahan SBY (2005-2009), belanja militer atau anggaran pertahanan nasional hanya berkisar Rp9 triliun—Rp30 triliun per tahun.
Kemudian pada periode kedua SBY (2010-2014) anggarannya mulai naik ke kisaran Rp17 triliun—Rp87 triliun per tahun.
Nilainya pun meningkat lagi setelah Presiden Jokowi menjabat.
Pada periode pertama Jokowi (2015-2019), belanja militer atau anggaran pertahanan nasional mencapai rentang Rp98 triliun—Rp117 triliun per tahun.
Kemudian pada periode kedua Jokowi (2020-2024) angkanya naik ke kisaran Rp125 triliun—Rp150 triliun per tahun, dengan rincian seperti terlihat pada grafik.
(Baca: Rasio Belanja Militer Indonesia Tergolong Rendah di Asia Tenggara)
Meski anggaran pertahanan era Jokowi lebih tinggi ketimbang SBY, rasionya terhadap produk domestik bruto (PDB) tak berubah signifikan, masih tetap di bawah 1%.
Rasio anggaran pertahanan atau belanja militer terhadap PDB era SBY berkisar 0,2—0,9% per tahun, sedangkan era Jokowi 0,7—0,9% per tahun. Berikut rinciannya:
Era Presiden SBY
- 2005: rasio anggaran pertahanan 0,79% dari total PDB
- 2006: 0,73%
- 2007: 0,78%
- 2008: 0,18%
- 2009: 0,23%
- 2010: 0,25%
- 2011: 0,65%
- 2012: 0,71%
- 2013: 0,92%
- 2014: 0,81%
Era Presiden Jokowi
- 2015: rasio anggaran pertahanan 0,92% dari total PDB
- 2016: 0,79%
- 2017: 0,86%
- 2018: 0,72%
- 2019: 0,73%
- 2020: 0,89%
- 2021: 0,74%
- 2022: 0,77%
- 2023: data PDB belum tersedia
- 2024: data PDB belum tersedia
(Baca: Perbandingan Kekuatan Militer Asia, Indonesia Belum Menonjol)