Dalam laporan Thematic Quarterly Outlook: Ketidakpastian Global dan Peluang Ekonomi Domestik, Danareksa Research Institute (DRI) mengungkapkan bahwa inflasi menjadi tantangan bagi pemulihan ekonomi Indonesia.
DRI memperkirakan laju inflasi tahunan Indonesia akan berada dalam rentang 4,41%-4,68% pada tahun 2022, kemudian berpotensi meningkat pada 2023 dan 2024 seperti terlihat pada grafik.
Menurut DRI, penyebab tingginya inflasi tahun ini antara lain karena:
- Kenaikan inflasi kelompok administered price akibat kenaikan harga BBM nonsubsidi
- Kenaikan permintaan transportasi umum yang bertepatan dengan mudik Lebaran dan normalisasi aktivitas masyarakat di luar rumah
- Kenaikan inflasi kelompok volatile food yang disebabkan keterbatasan pasokan karena cuaca ekstrem
- Kenaikan PPN dari 10% menjadi 11% untuk meningkatkan pendapatan pajak
- Peningkatan permintaan karena memasuki periode Ramadan dan Lebaran
Adapun inflasi tahunan Indonesia telah mencapai 4,35% pada Juni 2022 (year-on-year/yoy). Angka tersebut merupakan yang tertinggi sejak Juni 2017 dan diprediksi akan terus meningkat hingga akhir tahun. Angka tersebut juga sudah berada di atas target inflasi Bank Indonesia (BI) sebesar 3% (+/-1%).
Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI yang berlangsung pada 22-23 Juni 2022, BI memutuskan suku bunga acuan kembali dipertahankan di level 3,5%.
“Bank Indonesia masih mempertahankan suku bunga acuan sebesar 3,5% untuk mendukung momentum pemulihan ekonomi domestik. Selain itu, daya beli masyarakat yang belum pulih sepenuhnya juga menyebabkan suku bunga BI7DRR tertahan,” tulis DRI dalam laporannya.
DRI juga memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga acuan BI7DRR begitu inflasi mencapai batas atas rentang yang ditetapkan.
Kenaikan ini juga diprediksi akan dilakukan untuk merespons peningkatan suku bunga global, terutama suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (The Fed) yang diperkirakan terus meningkat hingga ke kisaran 3,25%-3,75% sampai akhir 2022.
(Baca: 10 Negara dengan Inflasi Tertinggi, Ada yang Tembus 200%)