Badan Pusat Statistik (BPS) menghitung tingkat ketimpangan pengeluaran atau ekonomi penduduk Indonesia pada Maret 2022-Maret 2023.
Pengukuran ini menggunakan persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40% terbawah, seperti acuan dari World Bank. Pengukuran ini memang berbeda dengan rasio Gini.
Dengan pengukuran ini, tingkat ketimpangan dibagi menjadi tiga kategori.
Pertama, tingkat ketimpangan tinggi jika persentase pengeluaran kelompok penduduk 40% terbawahnya kurang dari 12%.
Kedua, ketimpangan sedang jika angka pengeluaran kelompok 40% terbawahnya berkisar antara 12–17%.
Ketiga, ketimpangan rendah jika pengeluaran kelompok 40% terbawahnya berada di atas 17%.
Pada Maret 2023, persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40% terbawah adalah sebesar 18,04%.
"Ini berarti ada pada kategori ketimpangan rendah," tulis BPS dalam laporannya, Senin (17/7/2023).
Sayangnya, kondisi ini menurun dibandingkan September 2022 yang sebesar 18,24%. Sementara dibandingkan Maret 2022, pengeluaran kelompok penduduk 40% terbawah mencapai 18,06%.
Jika dilihat berdasarkan daerah, BPS menyebut pada Maret 2023 pengeluaran kelompok penduduk 40% terbawah di perkotaan sebesar 16,99%.
Sementara itu, pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen terbawah di perdesaan tercatat sebesar 21,18%.
"Dengan demikian, menurut kriteria Bank Dunia, ketimpangan yang terjadi di perkotaan tergolong pada kategori ketimpangan sedang sementara ketimpangan di perdesaan tergolong pada kategori ketimpangan rendah," kata BPS.
(Baca juga: Ketimpangan Ekonomi di Indonesia Meningkat pada Maret 2023)