Industri seni dan budaya Amerika Serikat (AS) mampu memberikan nilai tambah terhadap produk domestik bruto (PDB) negara tersebut. Meski pertumbuhannya sempat jeblok karena pandemi Covid-19, industri ini akhirnya tumbuh resilien pada 2021-2022.
Menurut data yang dihimpun National Endowment for the Arts, industri seni dan budaya AS memiliki nilai tambah terhadap PDB nasional sebesar US$1,1 triliun pada 2022 atau setara Rp16.070 triliun/16,07 kuadriliun (asumsi Rp16.079 per US$).
Nilai tersebut menjadikan sektor seni dan budaya sebagai penyumbang nilai tambah PDB terbesar ketiga. Paling besar pelayanan kesehatan dan bantuan sosial (US$1,85 triliun/Rp29.779 triliun) dan kedua ada perdagangan ritel (US$1,62 triliun/Rp26.077 triliun).
Meski nominal 2022 menjadi yang tertinggi dalam lima tahun terakhir, tetapi pertumbuhannya hanya 4,8% secara tahunan (year-on-year/yoy) terhadap perekonomian AS pada 2022.
Pertumbuhan tersebut lebih kecil ketimbang 2021 yang mencapai 10,8% (yoy) dengan nilai US$995,30 miliar (Rp16.003 triliun).
Industri seni dan budaya AS sempat terpuruk saat memasuki awal pandemi Covid-19, dengan pertumbuhan minus 2,3% (yoy) dan nilai sebesar US$898,03 miliar (Rp14.439 triliun).
Nilai industri seni dan budaya di AS ini diukur berdasarkan nilai barang dan jasa dalam 35 subsektor.
Adapun tiga besar penopang industri ini adalah subsektor penerbitan dan streaming web sebesar US$171,67 miliar (Rp2.760 triliun), broadcasting atau penyiaran US$154,52 miliar (Rp2.484 triliun), serta kegiatan seni dan budaya dari pemerintah senilai US$129,94 miliar (Rp2.008 triliun).
(Baca: Membaca Industri Seni Budaya AS yang Sumbang Nilai Besar untuk PDB)