Tiongkok dan Amerika Serikat (AS) adalah negara tujuan ekspor non-migas terbesar bagi Indonesia.
Namun, menurut International Monetary Fund (IMF), pertumbuhan ekonomi dua negara tersebut berpotensi turun pada tahun depan.
(Baca: IMF Pangkas Proyeksi Ekonomi Global 2024, Apa Alasannya?)
Dalam laporan World Economic Outlook (WEO) edisi Oktober 2023, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Tiongkok akan melambat dari 5% pada 2023, menjadi 4,2% pada 2024.
IMF menilai perlambatan itu dipengaruhi oleh krisis di sektor properti, terutama krisis utang perusahaan properti Country Garden.
"Country Garden, perusahaan properti terbesar sekaligus penerima dukungan utama dari pemerintah Tiongkok, menghadapi tekanan likuiditas yang parah," kata IMF dalam laporannya.
"Pengembang properti di Tiongkok menghadapi masalah pendanaan, membuat mereka tak bisa menyelesaikan kontrak pembangunan rumah yang sudah terjual (presold). Hal ini merusak kepercayaan pembeli, serta memperpanjang pelemahan sektor properti Tiongkok," lanjutnya.
"Sementara itu, investasi real estat dan harga perumahan di Tiongkok terus menurun, sehingga pendapatan pemerintah dari penjualan tanah berkurang, serta mengancam keuangan pemerintah mereka yang sudah rapuh," kata IMF lagi.
Di saat bersamaan, IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi AS akan melambat dari 2,1% pada 2023, menjadi 1,5% pada 2024.
'Dengan melambatnya pertumbuhan upah, hampir habisnya akumulasi tabungan selama pandemi, serta kebijakan moneter ketat dari The Fed, pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan melambat mulai paruh kedua tahun 2023 dan berlanjut sampai 2024," kata IMF.
"Angka pengangguran AS diperkirakan akan meningkat dari 3,6% pada kuartal II 2023, menjadi 4,0% pada kuartal terakhir 2024," lanjutnya.
(Baca: Proyeksi IMF, Pertumbuhan Ekonomi ASEAN Cerah pada 2024)