Keuangan Amerika Serikat (AS) sedang goyah. Utangnya pun menembus plafon atas, yakni US$3,46 triliun pada 2023 ini, atau senilai Rp460 kuadriliun (Rp460.000 triliun).
Pihak Gedung Putih mengungkapkan bahwa pada pertemuan pekan depan dengan empat pimpinan kongres, Presiden Joe Biden tidak akan bernegosiasi mengenai plafon utang untuk menghindarkan AS dari risiko kebangkrutan. Biden akan membahas soal anggaran dan belanja pemerintahannya.
“Dia tidak akan bernegosiasi tentang plafon utang, tetapi presiden bersedia melakukan pembicaraan terpisah tentang pengeluaran mereka, apa yang ingin mereka lakukan dengan anggaran,” kata sekretaris pers Gedung Putih, Karine Jean-Pierre, dikutip Katadata dari Reuters, Rabu (3/5).
(Baca juga: Perjalanan Utang Amerika Serikat, Sentuh Rekor dan Terancam Gagal Bayar pada 2023)
Tampaknya negara adikuasa ini bakal mengencangkan pengeluaran selama 10 tahun ke depan. Lantas, bagaimana tren defisitnya selama ini?
Diketahui, defisit anggaran bisa digunakan sebagai alat ukur keseimbangan fiskal nasional. Defisit bisa dihitung dari selisih antara anggaran pendapatan dengan anggaran belanja. Defisit terjadi jika pemerintah lebih banyak membelanjakan uang ketimbang menerima uang.
Data situs resmi pemerintah AS, Fiscal Data Treasury Gov, sebenarnya AS sudah berkejaran dengan defisit selama 20 tahun terakhir.
Pada 2001, AS justru sempat surplus sebesar US$0,13 triliun (Rp1,9 triliun, kurs Rp14.689 per dolar AS). Ini adalah surplus terakhir yang dirasakan oleh AS hingga saat ini.
Setelah tahun tersebut, defisit AS fluktuatif. Pada resesi ekonomi yang hebat 2008 lalu, defisit AS ikut meningkat, dari US$0,45 triliun (Rp6.610 triliun) menjadi US$1,42 triliun (Rp20.858 triliun) pada 2009.
Defisit sempat bisa dikendalikan lagi memasuki 2013, di bawah US$1 triliun. Namun, pada saat pandemi Covid-19 merebak 2020 lalu, defisit AS meningkat hampir tiga kali lipat.
Pada 2020 defisit tercatat sebesar US$3,13 triliun (Rp45.976 triliun). Ini paling besar selama 20 tahun terakhir.
Pemerintah AS menyebut, jaminan sosial, perawatan kesehatan, dan pertahanan yang melebihi pendapatan dapat meningkatkan defisit. Apalagi hal tersebut sudah menjadi amanah dari undang-undang.
"Meskipun pendapatan meningkat selama pandemi Covid-19, dari sekitar US$3,5 triliun pada 2019 menjadi $4 triliun pada tahun 2021, peningkatan pengeluaran pemerintah terkait meluasnya pengangguran dan perawatan kesehatan menyebabkan lonjakan defisit," demikian kutipan dalam laporan tersebut.
Untuk membayar defisit, pemerintah pusat atau federal meminjam uang dengan menjual obligasi, tagihan, dan sekuritas lainnya. Ketika pemerintah federal mengalami defisit berulang, yang biasa terjadi adalah utang nasional ikut tumbuh.
(Baca juga: Anggaran Belanja Amerika Serikat Terbesar untuk Sektor Pertahanan)