Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sudah mengesahkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru pada Selasa (6/12/2022).
Menurut Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto, KUHP baru akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap penyelesaian konflik hukum dengan tetap menegakkan norma hukum, meningkatkan penghormatan terhadap nilai-nilai hak asasi manusia (HAM), serta memperkuat penegakan dan supremasi hukum di Indonesia.
Namun, menurut Amnesty International Indonesia, KUHP baru itu justru merupakan pukulan mundur terhadap upaya penegakan HAM. Salah satu alasannya, KUHP mengkriminalisasi hubungan seks di luar nikah dan praktik kohabitasi, yakni pasangan yang hidup bersama tanpa hubungan pernikahan.
"Melarang hubungan seks di luar nikah merupakan pelanggaran atas hak privasi yang dilindungi oleh hukum internasional. Hubungan seksual konsensual tidak boleh diperlakukan sebagai kriminal," kata Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid dalam siaran persnya, Selasa (6/12/2022).
"Hubungan seks di luar nikah diancam hukuman pidana satu tahun penjara dan kohabitasi di luar nikah enam bulan penjara. Ini juga berpotensi mengkriminalisasi promosi kontrasepsi sambil mempertahankan aborsi sebagai tindakan kriminal," tambah Usman.
Kohabitasi Cukup Lumrah di Luar Negeri
Berbeda dengan di Indonesia, kohabitasi merupakan praktik yang cukup lumrah di negara-negara anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
"Kohabitasi menjadi semakin populer, terutama di kalangan anak muda. Kohabitasi paling umum dilakukan di beberapa negara Nordik seperti Swedia, Denmark, dan Norwegia, serta di Prancis, Estonia, Selandia Baru, dan Belanda," kata tim peneliti Willem Adema (dkk) dalam laporan riset Family Policies and Family Outcomes in OECD Countries (2020).
Menurut data OECD, pada 2011 proporsi penduduk Swedia usia 20-34 tahun yang berumah tangga tanpa hubungan pernikahan mencapai 29,41%. Hal serupa juga ditemukan di sejumlah negara OECD lain dengan persentase seperti terlihat pada grafik.
Beberapa negara bahkan sudah memiliki kebijakan perlindungan khusus bagi penduduknya yang hidup bersama tanpa menikah, salah satunya Inggris.
"Jumlah pasangan kohabitasi di Inggris sudah meningkat dari sekitar 1,5 juta pasangan pada tahun 1996, menjadi sekitar 3,6 juta pasangan pada tahun 2021," kata Parlemen Inggris di situs resminya.
"Beberapa pasangan kohabitasi sudah memiliki 'perjanjian bersama' tentang hal-hal apa yang mereka inginkan jika hubungan berakhir. Para pihak kohabitasi didorong untuk mengambil nasihat hukum tentang ketentuan dan manfaat yang diharapkan dari setiap perjanjian," lanjutnya.
Praktik kohabitasi bisa jadi sudah dilakukan juga oleh banyak penduduk Indonesia. Namun, data komprehensif terkait fenomena ini di dalam negeri masih sulit ditemukan.
(Baca: Investor Tak Suka KUHP Baru? Ini Sikap Warga AS Soal Seks di Luar Nikah)