Perang antara Israel dan kelompok militan Hamas Palestina yang meletus sejak 7 Oktober 2023 terus memakan korban, terutama dari pihak Palestina.
Sampai hari ke-37 perang, yakni 12 November 2023, warga Palestina yang meninggal dalam konflik ini sudah melampaui 11.200 orang, sekitar 9 kali lipat lebih banyak dari korban jiwa Israel.
(Baca: Sikap Anti-Yahudi di AS Meningkat sejak Perang Israel-Hamas)
Per tanggal 12 November 2023, korban jiwa Palestina di Jalur Gaza yang dilaporkan berjumlah 11.078 orang, kemudian korban jiwa di Tepi Barat 172 orang.
Di sisi lain, korban jiwa dari pihak Israel sekitar 1.247 orang. Sebelumnya jumlah korban jiwa Israel sempat diperkirakan mencapai 1.400 orang, namun angkanya direvisi menjadi lebih rendah sejak 9 November 2023.
Ada juga sekitar 27.490 korban luka Palestina di Jalur Gaza, 2.586 korban luka Palestina di Tepi Barat, dan sekitar 5.400 korban luka Israel.
United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA) menghimpun data korban perang ini dari Kementerian Kesehatan Gaza dan keterangan resmi pemerintah Israel.
OCHA juga melaporkan bahwa Israel terus menyerang area rumah sakit di Jalur Gaza, meskipun hal itu bertentangan dengan hukum kemanusiaan internasional.
Berdasarkan laporan OCHA, pengeboman dan bentrokan bersenjata di sekitar rumah sakit Shifa di Kota Gaza meningkat sejak tanggal 11 November 2023. Infrastruktur penting, termasuk stasiun oksigen, tangki air dan sumur, fasilitas kardiovaskular, serta bangsal bersalin rusak, dan tiga perawat tewas.
Pada tanggal yang sama, serangan udara dilaporkan menghancurkan klinik Swedia di kamp Ash Shati sebelah barat Kota Gaza, tempat sekitar 500 pengungsi berlindung. Jumlah korban dalam serangan ini masih belum jelas.
Kemudian pada tengah malam antara tanggal 11-12 November 2023, serangan udara lainnya menghantam rumah sakit Al Mahdi di Kota Gaza, dilaporkan menewaskan dua dokter dan melukai sejumlah orang.
"Rumah sakit dan tenaga medis secara khusus dilindungi berdasarkan hukum humaniter internasional. Mereka tidak boleh digunakan untuk melindungi sasaran militer dari serangan. Setiap operasi militer di sekitar atau di dalam rumah sakit harus mengambil langkah-langkah untuk menyelamatkan dan melindungi pasien, staf medis, dan warga sipil lainnya," kata OCHA dalam laporannya, Minggu (12/11/2023).
(Baca: 20 Negara Janjikan Bantuan untuk Palestina, Totalnya Rp7,4 Triliun)