Kementerian Dalam Negeri mengatur bahwa penulisan nama pada dokumen pendudukan, termasuk Kartu Tanda Penduduk (KTP), harus memenuhi ketentuan berikut:
- Mudah dibaca, tidak bermakna negatif, dan tidak multitafsir
- Jumlah huruf paling banyak 60 (enam puluh) huruf termasuk spasi
- Jumlah kata paling sedikit 2 (dua) kata
Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan yang berlaku mulai 21 April 2022.
Menurut Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Zudan Arif Fakrulloh, aturan tersebut dibuat untuk memudahkan pelayanan publik.
"Sehingga memberikan manfaat untuk pedoman pencatatan nama, penulisan nama pada dokumen kependudukan, dan meningkatkan kepastian hukum pada dokumen kependudukan," kata Zudan seperti dilansir situs Dukcapil, Senin (23/5/2022).
Adapun aturan ini tidak berlaku surut. Artinya, KTP lama yang pencatatan namanya belum memenuhi ketentuan di atas dinyatakan tetap sah.
Berdasarkan data Dukcapil Kementerian Dalam Negeri, sampai Desember 2021 sudah ada 202,24 juta jiwa penduduk yang wajib memiliki Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP).
Porsi penduduk wajib e-KTP tersebut mencapai 73,84% dari total penduduk Indonesia yang berjumlah 273,88 juta jiwa.
Penduduk wajib e-KTP ini adalah Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang memiliki izin Tinggal Tetap dan telah berumur 17 (tujuh belas) tahun, atau telah kawin, atau pernah nikah secara sah.
Porsi penduduk wajib e-KTP paling banyak berada di DI Yogyakarta, yakni 78,27% dari total penduduknya yang berjumlah 3,68 juta jiwa. Diikuti Papua dengan porsi 78,2% dan Sulawesi Utara 77,76% dari total penduduknya.
Sedangkan provinsi dengan porsi penduduk yang wajib punya e-KTP paling sedikit adalah Aceh, yaitu 69,04% dari total penduduknya yang berjumlah 5,35 juta jiwa. Setelahnya ada Kalimantan Utara dengan porsi 69,61% dan Sulawesi Tenggara 69,94% dari total penduduknya.
(Baca: Jumlah Penduduk Indonesia Capai 273 Juta Jiwa pada Akhir 2021)