United Nations High Commisioner For Refugees (UNHCR) melaporkan kondisi para pengungsi Rohingya saat mencari suaka atau tempat perlindungan selama Januari 2022-Desember 2023.
Data realtime UNHCR mencatat, sebanyak 7.117 orang mengikuti perjalanan melalui jalur laut dengan menggunakan 74 kapal sejak Januari 2022. Namun, hanya 5.817 yang tercatat selamat dalam pendaratan.
Sebanyak 573 orang dilaporkan hilang dan meninggal dunia saat mencari suaka. Lalu ada juga 727 orang yang tidak diketahui statusnya. Status yang tak diketahui ini diasumsikan ikut berangkat, tetapi tak ada informasi lebih lanjut saat pendaratan ataupun kecelakaan kapal di laut.
Data dari beragam sumber yang dihimpun UNHCR ini menghitung para pengungsi Rohingya yang melakukan perjalanan laut di Asia dan Pasifik. Orang-orang yang melakukan perjalanan ini, sebut UNHCR, putus asa dan melalui hal yang berbahaya terutama dari Bangladesh dan Myanmar.
UNHCR menjelaskan, situasi kemanusiaan di Myanmar semakin memburuk sejak Februari 2021 akibat ekskalasi konflik dan pergolakan politik di negara tersebut. Menurut sumber-sumber PBB, sekitar 1,5 juta orang menjadi pengungsi internal di Myanmar pada 1 November 2022.
UNHCR juga mengatakan, selain meningkatnya jumlah pengungsi di Myanmar, lebih dari 70.000 pengungsi diperkirakan mencari perlindungan di negara-negara tetangga sejak 1 Februari 2021.
Data UNHCR menunjukkan, pengungsi Rohingya dan pencari suaka lainnya yang tak memiliki status kewarganegaraan dari Myanmar tercatat sebanyak 1.094.198 orang pada September 2023.
Rombongan Rohingya paling banyak mengungsi di Bangladesh, yakni 965.467 orang atau 88,2% dari total pengungsi Rohingya dan pencari suaka Myanmar.
Kedua adalah Malaysia yang menampung 105.762 orang atau 9,7%. Disusul India sebesar 22.110 orang atau 2%.
Indonesia menjadi negara yang paling sedikit menampung pengungsi Rohingya, yakni 859 orang atau 0,1%.
(Baca juga: Bangladesh hingga Indonesia Jadi Suaka bagi Pengungsi Rohingya)