Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 298 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini berkurang 258 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Minggu (3/11/2024) pukul 11.46 WIB. Dari 298 titik panas terdeteksi, 2 titik dengan tingkat kepercayaan hotspot tinggi, 275 titik skala sedang, dan 21 titik skala rendah.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: Mayoritas Desa di Kawasan IKN Berisiko Banjir)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Kalimantan Timur sebanyak 51 titik. Nusa Tenggara Timur menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 39 titik. Aceh berada di posisi ketiga sebanyak 30 titik panas.
Sebanyak 21 titik panas terdeteksi di Kalimantan Barat, Maluku menyusul dengan 19 titik panas, serta Nusa Tenggara Barat dan Sumatera Selatan masing-masing memiliki 18 dan 14 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Meski Kemarau, Banyak Bencana Banjir Awal Juli 2024)