Tok! Palu diketok Wahyu Iman Santoso setelah membacakan putusan, "menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut, oleh karena itu dengan pidana mati."
Vonis yang dibacakan Ketua Majelis Hakim itu disambut riuh orang-orang yang hadir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).
Ferdy Sambo, terdakwa yang dimaksud, tetap berdiri tegak dan menatap lurus sang hakim. Tak ada reaksi apa-apa setelah ia diputus bersalah atas kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), anak buahnya sendiri, pada 8 Juli 2022 lalu.
Hakim tidak menemukan alasan untuk mengurangi hukuman Ferdy Sambo. Bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri itu dinilai terbukti menjadi otak perencanaan pembunuhan yang menghilangkan nyawa Brigadir J.
Tersangka lainnya yang terlibat adalah Bharada Richard Eliezer yang merupakan eksekutor atau penembak; Bripka Ricky Rizal; Kuat Ma’ruf, asisten rumah tangga Ferdy Sambo; dan Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo.
Putusan untuk Ferdy Sambo sebenarnya lebih berat dari tuntutan jaksa. Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Ferdy Sambo dengan hukuman penjara seumur hidup.
Kasus Ferdy Sambo sendiri menambah daftar panjang vonis mati di Indonesia. Dari catatan Amnesty International Indonesia, pada 2021 lalu jumlahnya sudah mencapai 114 putusan.
Angka tersebut memang turun sedikit dari 2020 yang berjumlah 117 putusan. Sementara pada 2019, jumlahnya ada 80 putusan.
Amnesty International Indonesia menyebut, pada 2021 sebanyak 94 kasus atau 82% dari total vonis mati tersebut dijatuhkan untuk kejahatan narkotika. Sisanya, 14 untuk pembunuhan, dan 6 untuk terorisme.
(Baca juga: Berapa Banyak Orang yang Divonis Hukuman Mati di Indonesia?)
Di samping itu, data dari Amnesty International juga menunjukkan, sepanjang 2021 belum ada eksekusi untuk vonis mati tersebut. Baru berupa putusan. Secara kumulatif, ada 569 terdakwa yang 'mengantre' untuk eksekusi hukuman mati hingga 2021.
Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, mengatakan bahwa perbuatan Ferdy Sambo memang tergolong kejahatan yang serius dan sulit ditoleransi.
Apalagi, kapasitasnya sebagai kepala dari polisinya polisi. Mengutip Komnas HAM, Usman menyebut kasus ini sebagai extrajudicial killing atau pembunuhan di luar putusan pengadilan. Artinya perbuatan itu tergolong kejahatan di bawah hukum internasional.
"Meski Sambo perlu dihukum berat, ia tetap berhak untuk hidup," kata Usman dalam keterangan resminya, Senin (13/2/2023).
Usman justru meminta negara fokus membenahi keseluruhan sistem penegakan akuntabilitas aparat keamanan yang terlibat kejahatan atas nama apa pun. "Amnesty mencatat kasus pembunuhan di luar hukum yang melibatkan aparat kerap tidak diusut tuntas," kata Usman.
Dalam hemat Usman, hukuman mati bukan jalan pintas untuk membenahi akuntabilitas kepolisian sebagai penegak hukum. Kasus ini bukanlah kasus pembunuhan di luar hukum pertama yang melibatkan polisi.
"Kasus ini seharusnya menjadi pengingat bagi pihak Kepolisian untuk segera melakukan pembenahan serius secara internal," pungkas Usman.
Berikut jumlah putusan mati di Indonesia yang dihimpun oleh Amnesty International Indonesia:
- 2014: 6 putusan
- 2015: 46 putusan
- 2016: 60 putusan
- 2017: 47 putusan
- 2018: 48 putusan
- 2019: 80 putusan
- 2020: 117 putusan
- 2021: 114 putusan
(Baca juga: Mayoritas Publik Setuju Ferdy Sambo Dijatuhi Hukuman Mati)