Seorang anak SD di Tasikmalaya, Jawa Barat, baru-baru ini meninggal setelah dipaksa menyetubuhi kucing oleh teman-temannya. Aksi perundungan ini diduga membuat korban sangat depresi, hingga korban akhirnya sakit dan nyawanya tidak terselamatkan.
Pihak kepolisian sudah menetapkan tiga orang teman korban sebagai tersangka dalam kasus ini. Namun, ketiga tersangka tersebut tidak dapat ditahan karena masih di bawah umur.
"Jadi, nantinya (tersangka) akan dikembalikan ke orang tua dengan pengawasan," ujar Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Ibrahim Tompo, seperti dilansir Detik.com, Selasa (26/7/2022).
Meski sangat tragis, kasus ini hanya satu dari sekian banyak fenomena kekerasan di lingkungan anak-anak Indonesia.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat selama periode 2016-2020 ada 655 anak yang harus berhadapan dengan hukum karena menjadi pelaku kekerasan. Rinciannya, 506 anak melakukan kekerasan fisik dan 149 anak melakukan kekerasan psikis.
Jumlah anak yang berhadapan dengan hukum ini konsisten berada di atas 100 orang per tahun selama 2016-2019.
Angkanya kemudian turun menjadi 69 anak pada 2020, dengan rincian 58 anak sebagai pelaku kekerasan fisik dan 11 anak pelaku kekerasan psikis.
Menurut KPAI, masalah ini bukan hanya menjadi tanggung jawab orang tua dan keluarga, namun juga tantangan besar bagi lembaga pendidikan.
"Fenomena paparan kekerasan sangat represif masuk ke kehidupan anak dari berbagai media. Tentunya fenomena zaman ini ada kebutuhan sekolah untuk membaca kondisi kejiwaan setiap siswanya," jelas Komisioner KPAI Jasra Putra di situs resminya.
(Baca Juga: Aduan Anak Jadi Korban Kekerasan Fisik Mendominasi pada 2021)