Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 506 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini berkurang 262 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Rabu (2/10/2024) pukul 16.28 WIB. Dari 506 titik panas terdeteksi, 13 titik dengan tingkat kepercayaan hotspot tinggi, 462 titik skala sedang, dan 31 titik skala rendah.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: Kualitas Udara Jawa Barat Rabu Pagi Terburuk di Indonesia)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Nusa Tenggara Timur sebanyak 127 titik. Nusa Tenggara Barat menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 83 titik. Kalimantan Tengah berada di posisi ketiga sebanyak 41 titik panas.
Sebanyak 33 titik panas terdeteksi di Jawa Timur, Papua Selatan menyusul dengan 32 titik panas, serta Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan masing-masing memiliki 28 dan 28 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Kualitas Udara Mamuju Paling Bersih di Indonesia Pagi Ini)