Data yang dikoleksi Asian Bonds Online dari Asian Development Bank (ADB) menunjukkan, ringgit Malaysia menjadi mata uang yang terapresiasi paling tinggi di regional Asia.
Pada penutupan perdagangan Rabu, 12 November 2025, ringgit Malaysia tercatat menguat 8,15% terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sejak awal tahun (year-to-date/ytd).
Adapun nilai tukar dolar AS terhadap mata uang berkode internasional MYR itu sebesar RM4.14 pada penutupan perdagangan kemarin.
Posisi ringgit bertolak belakang dengan rupiah yang terdepresiasi paling dalam di kawasan ini hingga 3,5%. Nilai tukar rupiah pun melemah pada penutupan perdagangan 12 November 2025 di level Rp16.717.
Berikut rincian perubahan nilai tukar mata uang regional Asia terhadap dolar AS sejak awal tahun (ytd) per 12 November 2025:
- Malaysia (MYR): 8,15%
- Thailand (THB): 6,15%
- Brunei Darussalam (BND): 4,88%
- Singapura (SGD): 4,88%
- China (CNY): 2,65%
- Jepang (JPY): 1,53%
- Korea Selatan (KRW): 0,67%
- Laos (LAK): 0,65%
- Kamboja (KHR): 0,30%
- Hong Kong (HKD): -0,03%
- Myanmar (MMK): -0,09%
- Filipina (PHP): -2,04%
- Vietnam (VND): -3,28%
- Indonesia (IDR): -3,50%.
Bank Indonesia (BI) bahkan memperkirakan pelemahan rupiah masih akan berlanjut pada 2026, menurut pemberitaan Katadata. Dalam Rencana Anggaran Tahunan Bank Indonesia (RATBI) 2026, nilai tukar rupiah ditargetkan pada level Rp16.430 per dolar AS.
Target tersebut lebih lemah dibandingkan asumsi pada Anggaran Tahunan Bank Indonesia (ATBI) 2025 yang sebesar Rp15.285 per dolar AS.
“Nilai tukar rupiah ini rata-ratanya Rp 16.430 per dolar AS, hampir sama dengan prognosa 2025 Rp16.440 per dolar AS,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Rabu (13/11/2025).
Perry menilai target tersebut masih realistis, karena ketidakpastian ekonomi global yang diperkirakan berlanjut hingga tahun depan.
(Baca: Rupiah Pimpin Pelemahan Mata Uang Asia hingga April 2025)