Berdasarkan sistem pemantauan kebakaran hutan dan lahan SiPongi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemantauan 24 jam terakhir menunjukkan ada 49 titik panas (hotspot) terdeteksi di Indonesia. Jumlah titik panas ini berkurang 49 titik dibandingkan dengan periode sebelumnya.
Data tersebut merupakan hasil pencitraan satelit Terra/Aqua, SNPP, dan NOAA yang diakses pada Senin (23/12/2024) pukul 11.08 WIB. Dari 49 titik panas terdeteksi, 3 titik dengan tingkat kepercayaan hotspot tinggi dan 46 titik skala sedang.
Tingkat kepercayaan hotspot terbagi menjadi 3 skala. Skala rendah memiliki rentang 0 - 29, skala sedang 30 - 79, dan skala tinggi 80 - 100. Semakin tinggi tingkat kepercayaan hotspot, semakin tinggi juga kemungkinan wilayah tertentu terjadi kebakaran hutan dan lahan.
(Baca: Mayoritas Desa di Kawasan IKN Berisiko Banjir)
Titik panas terdeteksi paling banyak berada di Maluku Utara sebanyak 24 titik. Kalimantan Tengah menempati posisi kedua jumlah titik panas terbanyak dengan 6 titik. Sulawesi Tenggara berada di posisi ketiga sebanyak 6 titik panas.
Sebanyak 4 titik panas terdeteksi di Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan menyusul dengan 3 titik panas, serta Jawa Tengah dan Jawa Timur masing-masing memiliki 2 dan 1 titik panas terdeteksi.
Titik panas merupakan titik koordinat suatu daerah yang memiliki temperatur permukaan lebih tinggi dibandingkan sekitarnya, dan bukan jumlah kejadian kebakaran hutan dan lahan.
Namun, banyaknya jumlah titik panas dan bergerombol pada suatu wilayah mengindikasikan adanya kejadian kebakaran hutan dan lahan. Artinya, data titik panas hasil deteksi satelit penginderaan jauh masih paling efektif dalam memantau kebakaran hutan dan lahan untuk wilayah yang luas.
(Baca: Banjir dan Gempa, Risiko Bencana di Kawasan Inti IKN)