Pemerintah memastikan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% mulai awal 2025.
Ketentuan kenaikan PPN tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dalam Pasal 7 Bab IV aturan tersebut tercantum ketentuan terbaru, yaitu tarif PPN naik 1% menjadi sebesar 12% yang mulai berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengaku berbagai ketentuan telah dirumuskan dan diterbitkan pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), termasuk penyesuaian tarif PPN yang akan dilanjutkan oleh pemerintahan selanjutnya.
Airlangga berdalih bahwa pilihan masyarakat Indonesia jatuh kepada calon presiden yang mendukung keberlanjutan program pemerintahan Jokowi. "Tentu kalau berkelanjutan berbagai program yang dicanangkan pemerintah tentu akan dilanjutkan, termasuk kebijakan PPN,” kata Airlangga dilansir dari Katadata, Jumat (8/3/2024).
Nantinya, seusai Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan presiden pemenang Pemilu 2024 pada 20 Maret 2024, pemerintah akan menyusun APBN 2025 sesuai dengan program yang dicanangkan oleh presiden baru.
"Program yang perlu masuk ke dalam APBN, adalah program yang akan dijalankan oleh pemerintah mendatang. Jadi, itu yang menjadi catatan," kata Airlangga.
Sebelumnya, tarif PPN di Indonesia dinaikkan dari 10% menjadi 11% per 1 April 2022. Kenaikkan tarif ini dilakukan berdasarkan UU HPP yang diteken pada Oktober 2021.
Adapun Indonesia menerapkan PPN pertama kali sebesar 10% melalui diterbitkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Barang Mewah atau lebih dikenal dengan UU PPN. Namun, melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1984 (Perppu), pemerintah memutuskan untuk menangguhkan pelaksanaan UU Nomor 8 Tahun 1983 menjadi selambat-lambatnya 1 Januari 1986.
Kelompok Paling Terdampak
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai masyarakat kelas menengah bawah menjadi kelompok yang paling terdampak dengan kenaikan PPN menjadi 12%.
"Ini pengaruhnya ke masyarakat kelas menengah bawah, kelompok kelas menengah atas tidak terpengaruh sama sekali," kata Josua dilansir dari CNNIndonesia.com, Selasa (12/3/2024).
Menurut Josua, kenaikan PPN bakal berdampak pada lonjakan inflasi. Meski tidak besar, kenaikan harga akan menambah tekanan ke kelas menengah dan bawah.
Terlebih, ia melanjutkan, kelas menengah tidak mendapatkan bantuan dari pemerintah, berbeda dengan kelas bawah atau masyarakat miskin. Kelas menengah dianggap tidak layak menerima bantuan, tetapi pendapatan mereka pun tak bisa mengiringi kenaikan harga bahan pokok.
"Kelas menengah ini bukan penerima bansos, karena hanya 40% terbawah dapat bansos. Desil 1-4 jadi kewajiban pemerintah support melalui bansos. Nah, desil 5-6 ini yang harus kita pertimbangkan. Mereka tidak dapat bansos tapi biaya hidup, dampak dari inflasi ngaruh ke mereka dan pendapatannya tidak naik banyak," kata Josua.
Namun, Josua mengatakan, jika kenaikan PPN tak diiringi dengan kenaikan bahan pokok dan listrik, maka kemungkinan tekanan untuk masyarakat kelas menengah bawah tidak terlalu besar.
Mungkin terpengaruh ke kelas menengah rentan miskin cuma sedikit," kata dia.
Sementara, Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI) Ronny P Sasmita menilai kenaikan PPN tidak masalah selama digunakan untuk belanja sosial yang bertujuan untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan mengurangi ketimpangan. Sebab, menurut dia, secara ekonomi akan terjadi penguatan daya beli dan meningkatkan konsumsi.
"Jadi meskipun PPN naik, peluang untuk meningkatkan dan mengekspansi bisnis juga besar akibat peningkatan daya beli dan konsumsi. Artinya, peluang dunia usaha untuk meningkatkan produksi barang dan jasa juga semakin tinggi, karena customer base-nya meluas," kata Ronny.
Namun, ia melanjutkan, jika kenaikan PPN bertujuan untuk membiayai kebijakan yang tidak terkait dengan peningkatan daya beli dan kesejahteraan rakyat, maka kondisi ekonomi akan semakin sulit.
Sebab, menurut Ronny, kenaikan PPN akan membuat dunia usaha terbebani karena daya beli masyarakat tidak membaik. "Dalam kondisi ini, dunia usaha dan rakyat merugi, hanya pemerintah yang untung," kata dia.
(Baca: Penerimaan Pajak Awal 2024 Capai Rp149 Triliun, Ini Penyumbang Terbesar)