Pertumbuhan industri pengolahan atau manufaktur Indonesia tergolong kuat di ASEAN, hanya kalah dari Singapura.
Hal ini terlihat dari Purchasing Managers' Index (PMI) yang dirilis perusahaan intelijen keuangan S&P Global.
PMI adalah indeks yang mencerminkan pertumbuhan industri tertentu secara bulanan. Indeks ini disusun berdasarkan survei kepada para manajer dari ratusan sampel perusahaan di setiap negara.
Variabel yang disurvei meliputi pertumbuhan volume produksi, pesanan ekspor dan domestik, jumlah tenaga kerja, jangka waktu pengiriman pasokan, serta stok bahan yang dibeli perusahaan.
Hasil surveinya kemudian diolah menjadi skor berskala 0-100. Skor di bawah 50 mencerminkan adanya penurunan; skor 50 artinya stabil atau tidak ada perubahan; dan skor di atas 50 menunjukkan penguatan atau ekspansi dibanding bulan sebelumnya.
Pada Januari 2024, skor PMI manufaktur Indonesia mencapai 52,9, meningkat dibanding Desember 2023. Kenaikan skor ini mencerminkan adanya percepatan pertumbuhan industri pengolahan nasional.
Kendati begitu, skor Indonesia masih di bawah Singapura.
Pada Januari 2024 Singapura meraih skor PMI manufaktur 54,7. Meski angkanya turun dibanding Desember 2023, skor tersebut menunjukkan industri pengolahan Singapura masih ekspansif, dengan skala yang lebih kuat dibanding Indonesia.
"Data PMI bulan Januari ini mencerminkan ketangguhan sektor swasta Singapura, meski kondisi eksternal masih menantang dan tekanan harga meningkat," kata ekonom S&P Global Jingyi Pan dalam laporannya (5/2/2024).
(Baca: PMI Manufaktur Indonesia Menguat Awal 2024)