Menurut International Energy Agency (IEA), tren penggunaan baterai lithium iron phosphate (LFP) untuk kendaraan listrik menguat signifikan dalam lima tahun terakhir.
Pada 2018 baterai LFP baru meraih 7% pangsa pasar global. Kemudian pada 2022 pangsanya naik menjadi 27%.
(Baca: Tren Baterai LFP Menguat, Apa Bahan Bakunya?)
Kendati begitu, baterai LFP belum mampu mengalahkan dominasi baterai berbasis nikel kadar tinggi (high-nickel).
Meski trennya menurun, pangsa pasar baterai nikel kadar tinggi pada 2022 masih 66%, jauh melampaui pesaingnya seperti terlihat pada grafik.
Menurut Poweroad, perusahaan baterai asal China, baterai nikel memang lebih unggul dibanding baterai LFP dalam aspek kepadatan energi (energy density).
Poweroad mencatat, baterai nikel umumnya bisa mengandung energi sampai 220 watt-hour per kilogram (WH/kg), sedangkan baterai LFP hanya 120 WH/kg.
Artinya, baterai nikel dengan bobot 1 kg bisa memiliki energi hampir 2 kali lipat lebih banyak dibanding baterai LFP yang berbobot sama.
Namun, baterai nikel memiliki siklus hidup yang relatif pendek.
Menurut Poweroad, baterai berbasis nikel umumnya hanya bisa diisi ulang sekitar 800 kali.
Di sisi lain, baterai LFP bisa diisi ulang hingga 3.000 kali sebelum performanya menurun. Bahkan jika perawatannya baik, usianya bisa mencapai 6.000 kali isi ulang.
(Baca: Proyeksi Bank Dunia, Harga Nikel Turun Lagi pada 2024)