Selama periode 7-22 Oktober 2023, perang Israel-Palestina telah menimbulkan sekitar 6.100 korban jiwa dan 20.900 korban luka dari kedua belah pihak.
Data ini dihimpun United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA) dari Kementerian Kesehatan Gaza dan keterangan resmi pemerintah Israel.
Sampai hari ke-16 perang, yakni Minggu (22/10/2023), jumlah korban paling banyak berasal dari pihak Palestina seperti terlihat pada grafik.
Jika dirinci lokasinya, mayoritas korban Palestina berada di Jalur Gaza dengan korban jiwa sekitar 4.651 orang dan korban luka 14.245 orang. Sementara di wilayah Tepi Barat korban jiwanya 91 orang dan korban luka 1.734 orang.
Kemudian korban jiwa dari pihak Israel berjumlah sekitar 1.401 orang dan korban luka 4.941 orang.
OCHA juga melaporkan jumlah warga Palestina yang mengungsi akibat perang ini terus bertambah, hingga melebihi kapasitas daya tampung pos-pos pengungsian yang ada.
"Sekitar 1,4 juta orang pengungsi internal diperkirakan berada di Gaza, dengan hampir 580.000 orang berlindung di 150 tempat penampungan darurat yang ditunjuk oleh UNRWA," kata OCHA dalam laporannya, Minggu (22/10/2023).
"Kepadatan pos pengungsian yang berlebihan semakin mengkhawatirkan, karena rata-rata jumlah pengungsi per tempat penampungan sudah lebih dari 2,5 kali lipat kapasitas yang ditentukan," lanjutnya.
Menurut OCHA, pos pengungsian yang dikelola UNRWA didesain untuk menampung antara 1.500 sampai 2.000 orang. Namun, saat ini banyak pos yang menampung sekitar 4.400 orang.
OCHA juga melaporkan, pihak Israel telah membuka jalur perlintasan Rafah (perbatasan wilayah Gaza dan Mesir) sejak Sabtu (21/10/2023). Namun, pasokan bantuan yang diizinkan masuk lewat jalur tersebut sangat dibatasi.
"Pada Minggu, 22 Oktober 2023, perlintasan Rafah dibuka untuk kedua kalinya, memungkinkan masuknya 14 truk yang membawa makanan, air dan pasokan medis. Jumlah ini setara dengan sekitar 3% dari rata-rata volume komoditas harian yang masuk ke Gaza sebelum terjadinya perang," kata OCHA.
"Kepadatan (di pos pengungsian) dan kekurangan pasokan bahan pokok telah memicu ketegangan di kalangan pengungsi, serta laporan kekerasan berbasis gender," lanjutnya.
(Baca: Warga Palestina Butuh Bantuan Rp4,6 Triliun, Mayoritas untuk Makan)