Inflasi Belum Capai Target, BI Tahan Suku Bunga 5,75% pada Mei 2023

Ekonomi & Makro
1
Adi Ahdiat 26/05/2023 10:31 WIB
Pergerakan Suku Bunga Acuan BI (Januari 2018-Mei 2023)
databoks logo
  • A Font Kecil
  • A Font Sedang
  • A Font Besar

Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 5,75% pada Mei 2023. Langkah ini diambil untuk menurunkan laju inflasi dalam negeri.

"Keputusan mempertahankan BI7DRR sebesar 5,75% ini konsisten dengan stance kebijakan moneter untuk memastikan inflasi inti terkendali dalam kisaran 3,0±1% di sisa tahun 2023," kata BI dalam siaran persnya, Kamis (25/5/2023).

"Fokus kebijakan diarahkan pada penguatan stabilisasi nilai rupiah untuk mengendalikan inflasi barang impor (imported inflation) dan memitigasi dampak rambatan ketidakpastian pasar keuangan global," lanjutnya.

Adapun menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengalami inflasi tahunan 4,33% (year-on-year/yoy) pada April 2023.

Laju inflasi dalam negeri trennya sudah menurun sejak Maret 2023, serta makin mendekati target BI yang ingin menekan inflasi ke kisaran 3,0±1% tahun ini.

Pada Mei 2023, BI menyatakan akan mempertahankan kelonggaran kebijakan likuiditas dan makroprudensial, untuk mendorong penyaluran kredit/pembiayaan dan menjaga stabilitas sistem keuangan.

(Baca: Inflasi AS Makin Turun pada April 2023, Seiring Melonjaknya Suku Bunga The Fed)

Secara umum, BI juga menyatakan perekonomian Indonesia pada periode Januari-Maret 2023 masih tetap kuat.

"Pertumbuhan ekonomi triwulan I 2023 tercatat 5,03% (yoy), sedikit meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 5,01% (yoy)," kata BI.

"Perkembangan positif ini didorong oleh tingginya ekspor dan meningkatnya permintaan domestik, sejalan dengan konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah yang meningkat serta investasi nonbangunan yang baik," lanjutnya.

Kendati demikian, BI menilai secara global perekonomian masih dibayangi ketidakpastian.

"Ketidakpastian pasar keuangan global tetap tinggi, dipengaruhi oleh dampak risiko stabilitas sistem keuangan di negara maju, dan juga ketidakpastian penyelesaian permasalahan government debt ceiling di Amerika Serikat," kata BI.

"Di tengah ketidakpastian pasar keuangan global tersebut, aliran masuk modal asing ke negara berkembang berlanjut seiring dengan kondisi dan prospek perekonomiannya yang lebih baik," lanjutnya.

(Baca: Biarpun Proyeksi Suram, Semua Lapangan Usaha RI Tumbuh pada Kuartal I 2023)

Editor : Adi Ahdiat
Data Populer
Lihat Semua